JAKARTA, HUMAS MKRI – Formulir C Hasil Plano di enam TPS yang berada di Distrik Apawer Hulu dibawa Termohon (KPU) ke persidangan Perkara Nomor 140-01-03-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPRK Kabupaten Sarmi Dapil 2 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (31/5/2024). Alih-alih menjadi bukti, keberadaan Formulir C Hasil Plano di Ruang Sidang Panel Gedung 2 MK, Jakarta tersebut justru dipertanyakan.
Menurut Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty, seharusnya KPU mematuhi ketentuan Pasal 109 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2024 berkenaan dengan upaya KPU mengumpulkan alat bukti dalam proses PHPU di MK. Berdasarkan aturan tersebut, C Hasil Plano yang asli tidak diperkenankan di bawa ke persidangan.
“Tidak bisa C Hasil sebagai bukti otentik tiba-tiba dibawa ke sini tanpa pengawasan melekat sehingga nanti asumsi orang menjadi sangat liar,” ujar Lolly di hadapan Majelis Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Dia menjelaskan, seharusnya alat bukti seperti C Hasil untuk kepentingan pembuktian di persidangan harus mempedomani aturan PKPU 5/2024. Aturan tersebut menyebutkan, dalam hal alat bukti berada dalam kotak suara, kotak rekapitulasi, dan/atau kotak hasil TPS, KPU Kabupaten/Kota membuka kotak-kotak tersebut dengan sejumlah ketentuan di antaranya; berkoordinasi dengan KPU Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Kepolisian setempat dalam pelaksanaan pembukaan kotak suara, kotak rekapitulasi, dan kotak hasil TPS; mengeluarkan formulir yang digunakan sebagai alat bukti di persidangan; menggandakan formulir yang digunakan sebagai alat bukti di persidangan; memasukkan kembali formulir asli yang telah selesai digandakan ke dalam masing-masing kotak dan dipasang segel plastik sebagai alat pengaman lainnya pengganti gembok seperti semula; melegalisasi fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud di kantor pos; serta membuat berita acara pembukaan kotak yang ditandatangani oleh Ketua KPU Kabupaten/Kota dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
“Sehingga yang dibawa ke persidangan ini bukan C Hasil yang itu asli karena nanti kita akan walaupun misalnya dilakukan benar-benar dengan sebenar-benarnya tetapi asumsi orang menjadi macam-macam,” jelas Lolly.
Formulir C Hasil yang berukuran plano tersebut diperlihatkan kuasa hukum KPU ketika Hakim Saldi mempertanyakan bukti C Hasil untuk melihat perolehan suara Pemohon. Saksi-saksi yang dihadirkan PDIP sebagai Pemohon perkara ini menyebutkan perolehan suara PDIP menjadi nol di 10 TPS yang berada di Distrik Apauwer Hulu.
Sementara, Termohon hanya memperlihatkan C Hasil Plano di enam TPS sebagaimana dalil Pemohon dalam pokok permohonannya. Saldi pun sempat menyebutkan perolehan suara PDIP yang tertera dalam C Hasil Plano tersebut.
“Kenapa tiba-tiba yang di Plano yang di bukti yang dimiliki KPU itu ada suara PDIP, kenapa hilang?” tanya Saldi kepada Anggota KPU Kabupaten Sarmi. Anggota KPU Kabupaten Sarmi Marhun Lapandu mengaku pihaknya hanya menerima dari PPD yaitu D Hasil Distrik yang disampaikan dan dibacakan PPD.
Baca juga:
PDI Perjuangan Kehilangan Suara di Kabupaten Sarmi dan Jayapura
Dalam permohonannya Pemohon mengaku merasa dirugikan atas rekomendasi Bawaslu yang melakukan perhitungan dengan menghilangkan suara PDIP sebesar 127 suara yang dilakukan secara tidak transparan dan bertentangan dengan asas-asas pemilu untuk pengisian calon anggota DPRD Kabupaten Sarmi Dapil 2. Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menetapkan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon sebagai berikut: DPRD Kabupaten Sarmi Dapil 2: PDIP 584 suara dan Nasdem 973 suara.
Baca juga:
Permohonan PHPU PDI Perjuangan Dapil Sarmi 2 Lanjut ke Pembuktian
KPU: Perubahan Suara Pemilu DPRD Kabupaten Sarmi Dapil 2 Berdasarkan Rekomendasi Bawaslu
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.