JAKARTA, HUMAS MKRI – Banyak masalah dalam Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2024 (Pileg 2024) terjadi karena perbedaan antara hasil dalam Formulir C Hasil dengan Formulir D Hasil. Masalah muncul ketika hasil Formulir C Hasil yang benar diubah menjadi Formulir D Hasil yang jumlahnya tidak sesuai jika dihitung berdasarkan Formulir C Hasil.
Hal ini diungkapkan oleh I Gusti Putu Artha yang hadir sebagai Ahli dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang berlangsung di Ruang Sidang Panel 3, Gedung 1 Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (30/5/2024). Perkara Nomor 09-01-14-11/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dan diajukan oleh Partai Demokrat untuk pengisian calon anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Daerah Pemilihan DKI Jakarta 2.
Menurut Putu Artha, peraturan yang ada mengharuskan masalah penghitungan suara dengan keberatan bisa diselesaikan mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Namun, masalah ini akhirnya sampai ke Bawaslu, yang memutuskan setelah rekapitulasi selesai, sehingga berakhir di Mahkamah.
Putu Artha menyatakan bahwa angka yang dimiliki Bawaslu sah karena didasarkan pada pemeriksaan empiris, dan Mahkamah juga harus mempertimbangkan angka tersebut. “Angka yang dimiliki Bawaslu ini juga sah, dan perlu dipertimbangkan oleh Mahkamah,” ungkapnya. Menurutnya, perbedaan hasil ini terjadi karena penyelenggara tidak tertib administrasi. Dia menekankan bahwa dalam setiap kasus ini, Mahkamah seharusnya menghadirkan operator di setiap tingkatan, karena operator inilah yang bertanggung jawab penuh atas pencatatan hasil. “Orang yang seharusnya dihadirkan Mahkamah dalam sengketa ini adalah operator, karena dia yang menandatangani tanggung jawab penuh,” katanya.
Putu Artha juga menjelaskan bahwa selain kepastian hukum prosedural, penyelenggara perlu memastikan adanya kepastian hukum substantif. Penyelenggara tidak boleh membiarkan adanya pengurangan suara dengan alasan kepastian prosedural, padahal ada kepastian hukum substantif mengenai jumlah suara yang sebenarnya.
Dalam sidang yang sama, Pemohon juga menghadirkan sejumlah saksi. Salah satunya adalah Ahmad Rizky Abdilah yang merupakan saksi mandat dari Partai Demokrat di TPS Kalibaru dan tingkat kecamatan Cilincing, menjelaskan bahwa ia mengajukan keberatan saat rekapitulasi di tingkat kecamatan Cilincing. Menurut Rizky, Partai NasDem memperoleh 36.124 suara, tetapi dari hasil tabulasinya, Partai NasDem seharusnya hanya mendapatkan 30.955 suara.
“Saya mengajukan keberatan saat rekapitulasi di tingkat kecamatan Cilincing. Suara Partai NasDem di D Hasil sejumlah 36.124 (suara), berdasarkan tabulasi kami, Partai NasDem seharusnya 30.955 suara,” katanya.
Lebih lanjut, Rizky menyebutkan bahwa ketika itu terdapat instruksi untuk sinkronisasi DPT dan hak pengguna suara dari KPU Jakarta Utara. Namun, setelah rekapitulasi diskors untuk sinkronisasi, perolehan suara Partai NasDem justru bertambah menjadi 36.369 suara.
Kemudian, saksi mandat tingkat provinsi dari Partai Demokrat, Firmansyah, menjelaskan bahwa ia mengajukan permohonan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta dengan membawa alat bukti berupa Formulir C Salinan asli untuk melakukan koreksi, perbaikan, dan penyandingan data. Namun, permohonannya ditolak dengan alasan bahwa perbaikan koreksi hanya dapat dilakukan di satu tingkat di bawahnya. Firmansyah merasa tidak mendapatkan kepastian karena telah mengajukan keberatan sejak tingkat kecamatan hingga tingkat kabupaten, tetapi tidak ada tindak lanjut. Namun, ketika mengajukan permohonan di tingkat provinsi, ia diberitahu bahwa hal tersebut harus diperbaiki di tingkat di bawahnya. "Kami seperti dipingpong, Yang Mulia. Sudah mengajukan dari kecamatan, kabupaten, namun di provinsi katanya harus satu tingkat di bawah," ungkapnya.
Sementara itu, KPU selaku Termohon menghadirkan Ibnu Sina Chandranegara sebagai Ahli, Ia menerangkan bahwa proses rekapitulasi bertingkat bertujuan untuk membagikan tanggung jawab dan kewenangan. Salah satu pembagiannya adalah penyelesaian keberatan. Menurut Ibnu Sina Chandranegara, penyelenggara pada setiap tingkatan dapat langsung melakukan perbaikan jika keberatannya diterima. Hal ini menunjukkan adanya lapisan pengamanan dan mencegah manipulasi dalam rekapitulasi.
Ibnu Sina Chandranegara juga menilai bahwa jika KPU tingkat provinsi tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu, itu memiliki alasan hukum. Hal ini karena model penghitungan bertingkat mencakup penyelesaian keberatan yang terbagi-bagi. Misalnya, dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan, jika ada keberatan atas perbedaan rekapitulasi hasil dan terdapat rekomendasi, perbaikan dapat dilakukan sebelum penetapan hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan. Namun, jika tidak, maka harus dicatat dan diteruskan dalam rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota untuk diselesaikan.
Dalam kesempatan itu, KPU menghadirkan saksi, yakni M. Arfah Madrianta, menyebutkan bahwa berdasarkan Formulir D Hasil Kecamatan Cilincing, Partai NasDem memperoleh 36.369 suara, sementara Partai Demokrat memperoleh 15.602 suara.
“Partai NasDem 36.369 suara, Demokrat 15.602 suara, Yang Mulia,” ungkapnya. Arfah juga menjelaskan bahwa Partai Demokrat tidak menandatangani rekapitulasi di tingkat Kecamatan Cilincing.
Baca juga:
Partai Demokrat dan Partai NasDem Berebut Kursi ke-9 DPRD Jakarta Dapil 2 Rekapitulasi Penghitungan Suara Lancar, MK Diminta Tolak Permohonan Partai Demokrat di Dapil Jakarta 2
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan adanya perbedaan perolehan suara antara dirinya dan Partai NasDem yang berdampak pada perolehan kursi ke-9 di DPRD Daerah Pemilihan DKI Jakarta 2. Pemohon berargumen bahwa Partai NasDem seharusnya mendapatkan 72.698 suara, tetapi Termohon, yaitu Komisi Pemilihan Umum, menetapkan bahwa Partai NasDem memperoleh 75.100 suara. Adapun jumlah suara Pemohon, baik menurut Pemohon maupun Termohon, tetap yaitu 24.993 suara.
Pemohon menduga bahwa perbedaan suara antara Pemohon dan Partai NasDem yang mempengaruhi perolehan kursi ke-9 DPRD Daerah Pemilihan DKI Jakarta 2 disebabkan oleh perhitungan yang tidak mengikuti Formulir C Hasil DPRD saat rekapitulasi di tingkat Kecamatan Cilincing.Dalam permohonannya, Pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonannya dengan membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 dan menetapkan hasil perolehan suara untuk Pemohon dan Partai NasDem yang benar menurut Pemohon, sehingga Pemohon memperoleh kursi ke-9 di DPRD Provinsi DKI Jakarta 2.(*)
Penulis: Adam Ilyas
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina