JAKARTA, HUMAS MKRI – Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafiyah Heru Widodo menjadi Ahli yang dihadirkan Partai Golkar selaku Pemohon Perkara Nomor 169-01-04-10/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024. Partai Golkar mempersoalkan mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPRD Kota Tanjung Pinang Daerah Pemilihan (Dapil) 4 di Kepulauan Riau. Sidang Pembuktian perkara tersebut digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (30/5/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Para saksi yang dihadirkan Pemohon mempersoalkan adanya alat penghapus tulisan cair/correction pen atau tipex pada formulir model C Hasil.
Heru mengatakan, penggunaan tipex menimbulkan risiko yang sangat besar, apalagi jika ditemukan pada tingkat kecamatan karena sudah tidak ada lagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertanggung jawab menjaga kemurnian suara di TPS.
“Yang tadinya dengan dicoret horizontal kemudian diberikan paraf, ini hanya dengan ditipex ini menimbulkan risiko yang sangat besar,” ujar Heru di hadapan Majelis Panel 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta.
Lebih lanjut Heru menjelaskan, penggunaan tipex memang diatur dalam Keputusan KPU Nomor 219 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Dalam Pemilihan Umum. Ketentuannya menyebutkan, penyesuaian atau pembetulan formulir Model D. HASIL KECAMATAN ukuran besar dilakukan dengan cara menghapus data perolehan suara yang salah dengan correction pen atau alat penghapus cair dan menuliskan data perolehan suara yang benar. Selanjutnya, dalam hal tidak terdapat correction pen atau alat penghapus cair, PPK melakukan pembetulan data perolehan suara dalam formulir Model D. HASIL KECAMATAN dengan mencoret data perolehan suara yang salah dengan dua garis horizontal dan menuliskan data perolehan suara yang benar.
Heru menyebutkan, kebijakan tersebut mengubah aturan di atasnya yang tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023. Menurut dia, penggunaan tipex di tingkat kecamatan menimbulkan keraguan atas keabsahan C Hasil karena tidak ada pelibatan KPPS serta saksi-saksi yang dapat mengontrol kemurnian suara di TPS.
“Koreksi di tingkat kecamatan seandainya itu ada tentu dengan menghadirkan KPPS untuk melihat hasil yang murni di TPS itu berapa, tidak serta merta langsung ditipex tanpa ada paraf keabsahan dari KPPS dan saksi-saksi yang ada di TPS,” kata Heru.
Dia berharap dengan adanya problematika tersebut, Mahkamah dapat memberikan pertimbangan mengenai keabsahan tipex yang berpotensi disalahgunakan. Sebab, tidak lama lagi Indonesia juga akan menyelenggarakan pemilihan kepada daerah (pilkada) secara serentak di seluruh penjuru Tanah Air.
“Tipex itu seharusnya dilakukan di TPS bukan di atasnya karena ketika di atasnya, di kecamatan KPPS sudah tidak terlibat saksi-saksi di TPS itu sudah tidak terlibat sehingga tidak terkontrol tipex ini yang benar yang mana,” jelas Heru.
Terkait keterangan Ahli tersebut, Ketua KPU Hasyim As’yari yang hadir dalam persidangan memberikan tanggapan. Hasyim menyatakan, penggunaan tipex untuk mengoreksi Formulir C Hasil Plano bertujuan untuk penginputan data ke Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi). Sebab, jika ada pembubuhan paraf, maka akan terbaca lain oleh sistem. Kemudian, Hasyim menjelaskan, jika proses pembetulan terjadi pada tingkat kecamatan, maka PPK dapat mengoreksi Formulir C Hasil Plano dengan menggunakan tipex tanpa diparaf.
“Karena ini formulir C Hasil Plano cukup dengan tipex tanpa diparaf karena peristiwanya juga akan difoto kembali dan diunggah kembali di Sirekap,” kata Hasyim.
Baca juga:
Golkar Persoalkan Penggelembungan Suara PDIP di Dapil Tanjung Pinang 4
KPU: Dokumen yang Dimiliki Golkar Soal Selisih Suara Pemilu DPRD Kota Tanjung Pinang Dapil 4 Tidak Valid
Sebagai informasi, dalam permohonannya Pemohon mempersoalkan penambahan perolehan suara PDIP yang mengambil dari partai politik lain sehingga berpengaruh pada perolehan suara Golkar, PSI, dan Perindo. Pemohon menyatakan, terdapat penambahan suara PDIP sebanyak 100 suara. Penambahan terjadi kepada caleg PDIP sehingga berpengaruh pada perolehan suara PDIP secara keseluruhan.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Secara Nasional dalam Pemilu sepanjang Dapil Tanjung Pinang 4 untuk pengisian keanggotaan DPRD Kota Tanjung Pinang. Pemohon juga meminta Mahkamah menetapkan hasil perolehan suara yang benar dalam pengisian calon anggota Kota Tanjung Pinang sepanjang di Dapil 4 pada TPS 13 dan TPS 14 Kelurahan Tanjung Unggat serta menetapkan hasil perolehan suara yang benar untuk PDIP berjumlah 5.392 suara, Partai Golkar berjumlah 5.484 suara, PSI berjumlah 1.127 suara, dan Perindo berjumlah 1.219 suara.(*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan