JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara perselisihan hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD (PHPU DPR dan DPRD) Tahun 2024, Perkara Nomor 20-01-04-01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, pada Rabu (29/05/2024). Permohonan diajukan oleh Partai Golongan Karya (Golkar) untuk PHPU anggota DPRD/DPRA Provinsi Aceh Daerah Pemilihan Aceh VI.
Persidangan dilaksanakan oleh Majelis Panel 3 dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman, dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Sidang dengan agenda pembuktian ini dihadiri oleh Pemohon dari Partai Golongan Karya, Termohon dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pihak Terkait dari Partai Gerindra dan Bawaslu.
Saksi Golkar
Muhammad Nur, saksi dari Pemohon (Partai Golkar) yang merupakan saksi mandat Partai Golkar di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur, memaparkan kejadian saat pleno. Muhammad Nur bersaksi bahwa tidak ditemukan masalah di saat proses pleno sedang berjalan. Akan tetapi masalah muncul ketika hasil rekap tersebut dicetak di formulir D Hasil.
“Permasalahan yang muncul adalah saksi partai hanya diizinkan melihat perolehan suara dari partainya saja dan tidak diizinkan melihat perolehan suara dari partai lain,” terang Muhammad Nur.
Lebih lanjut Muhammad Nur mengatakan, sesuai D Hasil, Partai Golkar memperoleh 1.907 suara. Karena terjadi keganjilan tersebut, saksi tidak menandatangani dokumen pada saat pleno. Saksi hanya mengetahui perolehan partai Pihak Terkait (Partai Gerindra) setelah mengecek hasil C Rekap. Perolehan suara Partai Gerindra di formulir C Hasil rekapitulasi adalah 718 suara, dan 832 suara yang tercatat di formulir D Hasil. Untuk partai Golkar, perolehan suara yang tercatat di C Hasil dan D Hasil sama, yaitu 1.907 suara. Kemudian perolehan suara Partai Aceh 9.847 suara tercatat di formulir C Hasil dan 13.769 suara tercatat di D Hasil.
Abdurrahman Darda menjadi saksi kedua dari Pemohon. Saksi merupakan Wakil Koordinator Kabupaten Aceh Timur dari Partai Golkar.
“Sebagai koordinator, saya melihat, mendengar, dan menerima laporan dari para saksi mandat di lapangan dari 8 kecamatan bahwa telah terjadi penggelembungan/penambahan suara yang dilakukan oleh dua partai yaitu Partai Gerindra dan Partai Aceh,” kata Abdurrahman Darda.
Saksi Abdurrahman juga menerima laporan dari para saksi mandat di Kecamatan Peureulak Timur, Peureulak Barat, Rantau Peureulak, Simpang Jernih, dan Kecamatan Birem Bayeun Aceh Timur. Penambahan suara pada Partai Gerindra dan Partai Aceh tersebut terjadi di cetak D hasil.
Teuku Oktaranda merupakan saksi mandat Pemohon di Kabupaten Aceh Timur yang mengikuti seluruh proses Pemilu dari hari pertama hingga hari terakhir. Saksi menuturkan bahwa di tiap kecamatan tempat saksi bertugas, terjadi permasalahan berupa penambahan suara. Penambahan suara tersebut terjadi pada Pemilih yang tidak mencoblos. Terjadinya penambahan suara tersebut yaitu pada dokumen D Hasil di mana sisa surat suara yang tidak terpakai kemudian dicoblos dan suaranya ditambahkan di dokumen formulir D Hasil.
Muhammad Iqbal DJ, saksi Pemohon selanjutnya bertugas sebagai saksi mandat pada saat pleno di tingkat provinsi. Pada saat pleno, proses pleno untuk 22 kabupaten berjalan lancar dan Panitia KIP Aceh turut menyertakan para tamu perwakilan saksi dalam setiap pengambilan keputusan. Akan tetapi saksi menuturkan bahwa permasalahan terjadi saat pembahasan Kabupaten Aceh Timur. Berdasarkan data laporan dari para saksi di Aceh Timur di mana banyak terjadi kelainan berupa penggelembungan suara dan kelainan tersebut tidak dapat diselesaikan di tingkat kabupaten, maka saksi membawa permasalahan tersebut ke tingkat provinsi untuk diselesaikan.
“Saat pleno Kabupaten Aceh Timur, kami telah meminta panitia untuk melakukan pencermatan ulang dengan mencocokkan data yang tidak sesuai, namun Pimpinan Rapat KIP Aceh terkesan tergesa-gesa untuk menyelesaikan rapat. Pihak Bawaslu sendiri pun tidak diberi kesempatan untuk berbicara di Pleno. Pimpinan rapat hanya memerintahkan peserta rapat yang berkeberatan untuk mengisi form keberatan dan menyudahi rapat,” tegas Muhammad Iqbal DJ.
Saksi KPU
Irham Teguh, saksi Termohon (KPU) merupakan anggota PPK Kecamatan Peureulak. Berdasarkan kesaksian Irham, proses rekapitulasi dilakukan di aula kantor kecamatan. Proses pleno menggunakan layar projector sehingga peserta pleno dapat menyaksikan semua data yang disajikan. Pada akhir pleno pencatatan D Hasil, tidak ada saksi mandat partai yang menyampaikan keberatan secara lisan maupun tulisan. Tidak ada catatan kegiatan khusus selama proses pleno.
M. Hanafiah, saksi Termohon selanjutnya merupakan ketua PPK di Kecamatan Idi Rayeuk yang menjadi salah satu objek yang dimasalahkan dalam perkara ini. Idi menuturkan, kegiatan pleno di Kecamatan Idi Rayeuk dilakukan secara simultan dalam dua panel karena Idi Rayeuk memiliki TPS terbanyak kedua di Aceh. Seluruh proses diliput oleh media dan dihadiri seluruh saksi mandat. Pada tahap akhir proses rekapitulasi, semua saksi yang hadir dalam pleno menandatangani dokumen hasil, termasuk saksi Partai Golkar dan Partai PAS.
Kemudian, Muksal Mina, saksi Termohon selanjutnya merupakan Ketua PPK Kecamatan Birem Bayeum. Menurutnya, perolehan suara Partai Golkar dan PAS konsisten antara C Hasil dan D Hasil. Tidak terjadi penambahan suara seperti yang disaksikan oleh saksi Pemohon.
Yusri, saksi Termohon dari KIP Aceh Timur menuturkan bahwa saksi mandat yang ditugaskan oleh Partai Golkar yang hadir dalam pleno berbeda dengan nama yang diberikan oleh Partai Golkar di dalam persidangan. Saksi Oktaranda yang menurut Partai Golkar merupakan saksi mandat Gokar bukanlah saksi pada saat pleno. Oktaranda merupakan caleg dari Partai Golkar.
Baca juga:
KPU: Klaim Perolehan Suara Golkar Dapil Aceh VI Tak Jelas
Klaim Suara Partai Golkar di Dapil Provinsi Aceh VI
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.