JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN) untuk pengisian calon anggota DPR, DPRD Provinsi/DPRA, DPRD Kabupaten/Kota/DPRK di Daerah Pemilihan Papua Tengah. Sidang Perkara Nomor 82-01-12-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini dilaksanakan oleh Majelis Panel 3 pada Senin (27/05/2024), dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Persidangan dengan agenda pembuktian dihadiri oleh Pemohon (PAN), Termohon dari Komisi Pemilihan Umum, Bawaslu, dan Pihak Terkait dari PDI Perjuangan.
Carut-Marut Sistem Noken
Pemohon (PAN) dalam persidangan ini menghadirkan seorang ahli, Aswanto, dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Aswanto menjelaskan perihal Sistem Noken atau Sistem Ikat. Menurut Aswanto, sikap Mahkamah terhadap sistem ini adalah mengakui sahnya sistem noken atau sistem ikat.
Dalam perkara PHPU DPR dan DPRD ini, lanjut Aswanto, yang dipersoalkan adalah perolehan suara yang diperoleh dengan noken, yang menurut pemohon terjadi perubahan atau dihilangkan. Berdasarkan informasi yang dapat diikuti di media sosial tentang carut marutnya proses pemilihan ini, menjadi alasan ahli untuk memberikan pendapat keahliannya di depan majelis hakim.
“Saya mencoba menelusuri system noken dari berbagai literatur, asal mula noken merupakan tas yang dibuat oleh wanita asli Papua yang sudah dewasa. Kemudina bertransformasi menjadi salah satu cara dalam pemilihan. Namun dalam pelaksanaannya, noken dicampuradukkan dengan istilah ikat. Sebenarnya filosofi ikat dan noken berbeda. Pada system noken dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat dan memasukkan suara pilihannya ke dalam tas. Sedangkan sistem ikat dilakukan secara musyawarah di mana ketua adat mewakili suara masyarakat untuk memilik suatu pasangan/calon pemimpin,” ujar Aswanto, Wakil Ketua MK periode 2 April 2018-2 Oktober 2020.
Menurut Aswanto, tidak ada batasan khusus terkait pelaksanaan noken yang tepat di suatu tempat. Beberapa riset diketahui bahwa sistem ini adalah sistem yang diakui kebenarannya. Sistem noken bersifat konstitutional karena dianggap sistem paling realistis untuk mencegah konflik dan disintegrasi, dan merupakan bagian dari adat masyarakat Papua Tengah. Namun, sistem ini menuai banyak masalah karena dapat merujuk ke politik uang dan dapat dimanipulasi oleh elit-elit Politik.
“Saya yakin teman-teman KPU paham bahwa di Papua banyak menggunakan sistem noken yang tidak dilakukan perhitungan di tingkat TPS tapi langsung ke tingkat distrik maupun tingkat Kabupaten dan Kota. Kalau kita mau jujur, seluruh pemilihan di Papua dengan sistem noken harus dibatalkan karena semua tidak dilakukan penghitungan suara di tingkat TPS, tapi langsung dilakukan rekapitulasi di tingkat distrik, ini bertentangan dengan sistem keteraturan,” tegas Aswanto.
Dalam persidangan, seluruh Pihak mengajukan saksi-saksi yang akan memberikan keterangan di depan majelis hakim. Saksi Pemohon di antaranya Feryana Wakerkwa, Ekinus Tabuni, Yosia Magai, Arius Tabuni dan Yames Murib. Saksi Termohon Melianus Agapa, Fransiskus Butu, Natalius Tabuni, dan Nolianus Kobogau. Saksi dari Pihak Terkait yaitu Walterus Belau, Diben Elaby, Victor Yohanes Belau, dan Alpons Belau.
Feryana Wakerkwa, Saksi Mandat Pemohon Partai Amanat Nasional di pleno tingkat distrik. Dalam persidangan diketahui pleno tingkat distrik dialihkan lokasinya ke Kabupaten Nabire pada tanggal 9 Maret 2024. Terdapat 13 distrik di pleno tersebut.
“Kabupaten Puncak menjadi salah satu pengguna Sistem Noken. Sebagai saksi mandat, saya menandatangani dokumen rekapitulasi. Dalam pleno tersebut saya mengajukan keberatan/protes bukan terkait suara PAN karena pada saat itu suara PAN masih ada. Saya mengajukan protes terkait calon DPR RI yang suaranya entah dikemanakan. Suara PAN pada saat itu yaitu sebanyak 23548 suara untuk seluruh Kabupaten Puncak,” terang Feryana Wakerkwa.
Saksi Pemohon kedua yaitu Ekinus Tabuni, mantan PPD Kabupaten Puncak. Ekinus dipecat oleh KPU dari jabatannya sebagai ketua PPD. Perolehan suara menurut saksi adalah 788 suara untuk partai PAN, 1.907 untuk Partai Nasdem.
Saksi Pemohon ketiga adalah Yosia Magai, dari distrik Gome. Kepada Mahkamah Yosia menuturkan terkait hal pemberhentian Panitia Pemilihan Kecamatan (PPD). Yosia Magai merupakan salah satu PPD yang dipecat oleh KPU tanpa alasan yang jelas. Akan tetapi menurut KPU, kesemua PPD yang dipecat karena tidak mengikuti/lalai dalam mengikuti jadwal sehingga pekerjaan D Hasil dilanjutkan/diambil alih oleh KPU.
Saksi Pemohon selanjutnya yaitu Arius Tabuni yang menyatakan bahwa yang bersangkutan juga dipecat oleh KPU dan dinyatakan lalai dalam bekerja. Yames memberikan keterangan yang sama bahwa semua PPD dipecat tanpa alasan yang jelas dan masuk akal. Selain itu Yames menambahkan bahwa Pemilu berjalan dengan lancar, tidak ada kerusuhan dan masalah.
Saksi terakhir dari Pemohon yaitu Yames Murib, mantan ketua PPD. Yames memberikan keterangan bahwa suara untuk PAN ada hingga formulir D Hasil. Suara untuk PAN dinyatakan hilang di tingkat Kabupaten.
Walterius Belau, saksi Pihak Terkait, ketua dewan adat Provinsi Papua Tengah. Dalam Pemilu yang bersangkutan tidak memiliki posisi sebagai saksi. Menurut Walterius, dalam kelembagaan, dewan adat terdapat struktur, baik di tingkat kampung, distrik, dan kabupaten. Dewan adat salah satu kampung tidak bisa memberikan keterangan/suara mewakili seluruh kampung.
Baca juga:
KPU Menilai Permohonan PAN di Dapil Papua Tengah Salah Objek
PAN Persoalkan Suaranya Nol dalam Sistem Noken Papua Tengah
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.