Jakarta, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan tidak dapat menerima permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tahun 2024 yang diajukan oleh Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Provinsi Papua Barat Daya (PBD). Sidang pengucapan Putusan Nomor 24-01-02-38/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini digelar pada Selasa (21/5/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Amar putusan… Dalam Pokok Permohonan, menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan hakim konstitusi saat mengucapkan amar putusan.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum menyatakan, berdasarkan ketentuan Pasal 17 PMK 2/2023 pada pokoknya menyebutkan “permohonan dan Perbaikan Permohonan hanya dapat diajukan satu kali”. Adapun tenggang waktu bagi Pemohon untuk dapat memperbaiki dan melengkapi permohonannya paling lama 3 x 24 jam sejak diterimanya atau dikirimkannya e-AP3 oleh dan/atau kepada Pemohon atau kuasa hukumnya. Dalam konteks ini, tenggang waktu perbaikan Permohonan Pemohon sampai dengan hari Selasa, 26 Maret 2024, pukul 21.18 WIB sebagaimana e-AP3 Nomor 41-01-02-38/AP3-DPRDPRD/Pan.MK/03/2024 yang diterima melalui email oleh Pemohon pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2024, pukul 21.18 WIB. Sementara itu, Pemohon mengajukan perbaikan permohonan bertanggal 26 Maret 2024 kepada Mahkamah pada tanggal 26 Maret 2024, pukul 19.14 WIB sebagaimana tercantum dalam Tanda Terima Berkas Perkara Nomor 149-01/T3BP.P-DPR-DPRD/Pan.MK/03/2024 bertanggal 26 Maret 2024.
Dalam perbaikan permohonan yang diterima oleh Kepaniteraan Mahkamah di atas, ternyata Pemohon tidak melakukan perbaikan terhadap petitum angka 4. Sedangkan, Pemohon justru melakukan renvoi terhadap petitum angka 4 pada saat persidangan Mahkamah dengan agenda sidang pemeriksaan pendahuluan tanggal 30 April 2024.
Menurut Mahkamah, renvoi terhadap Petitum demikian, telah melewati tenggang waktu perbaikan permohonan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah yang merupakan dasar tidak dibenarkannya dilakukan renvoi yang bersifat substansial pada saat sidang pemeriksaan pendahuluan. Lagi pula, adanya renvoi terhadap permohonan yang bersifat substansial a quo pada akhirnya akan menghambat jalannya pemeriksaan perkara cepat (speedy trial) yang merupakan karakteristik tata beracara penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum.
Oleh karenanya, demi kepastian hukum yang adil, renvoi yang bersifat substansial demikian haruslah dinyatakan sebagai renvoi yang tidak dapat dibenarkan. Dengan demikian, permohonan Pemohon yang dipertimbangkan oleh Mahkamah adalah Permohonan Pemohon sebelum dilakukannya renvoi.
Terhadap permohonan tersebut, setelah Mahkamah mencermati telah terdapat ketidaksesuaian atau pertentangan antara posita dengan petitum. Posita permohonan Pemohon esensinya adalah terkait PHPU Tahun 2024 yang terjadi di Provinsi Papua Barat Daya. Sedangkan petitum angka 4 berisikan uraian permintaan PSU pada Kabupaten Halmahera Utara yang berada pada wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara.
Dengan demikian, adanya petitum angka 4 dalam permohonan Pemohon justru menyebabkan permohonan cacat formil dan berakibat ketidaksesuaian antara uraian dalil dalam posita dengan yang dimintakan dalam petitum. Sehingga permohonan Pemohon menjadi tidak jelas atau kabur.
Baca juga:
Perolehan Suara Gerindra di Papua Barat Daya versi KPU Justru Lebih Banyak
Gerindra Minta PSU Distrik Bermasalah di Kabupaten Sorong
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.