JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan Putusan Nomor 40-02-04-33/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Papua tidak dapat diterima. Menurut Mahkamah, perkara yang dimohonkan Partai Golongan Karya (Golkar) ini tidak menjelaskan secara lebih rinci mengenai dalil-dalil yang diajukan mengenai kesalahan penghitungan hasil pemilu, sehingga permohonan menjadi kabur.
“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta pada Selasa (21/5/2024).
Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan, Mahkamah tidak menemukan uraian lebih lanjut dalam posita Pemohon mengenai tempat kejadian kesalahan penghitungan suara dimaksud. Mahkamah tidak dapat memeriksa dengan saksama kesalahan penghitungan suara yang terjadi, termasuk menilai kesesuaian penggelembungan suara yang didalilkan Pemohon.
Dalam hal ini, Pemohon hanya menyebutkan telah terjadi perubahan suara secara bervariasi pada seluruh partai politik setidaknya di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura, tetapi tidak menjelaskan tempat kejadian kesalahan penghitungan suara dimaksud dengan merujuk pada lokasi yang ditengarai telah terjadi kesalahan penghitungan suara. Padahal, penentuan secara jelas tempat (locus) terjadinya perubahan suara merupakan hal mendasar yang harus dikemukakan kepada Mahkamah untuk dapat membuktikan benar atau tidaknya terjadi perubahan suara dimaksud.
Terlebih ketika Pemohon hanya memberikan penekanan perubahan suara tersebut hanya terjadi di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura dengan menggunakan diksi “setidaknya”. Berkenaan dengan hal tersebut, dalam batas penalaran yang wajar, penggunaan diksi "setidaknya" dimaksud telah menunjukkan Pemohon tidak sepenuhnya yakin perubahan suara tersebut terjadi di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Padahal, kejelasan perihal tempat (locus) kejadian merupakan syarat esensial untuk memenuhi unsur kejelasan dalam penyusunan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 PMK 2/2023.
“Berdasarkan pada pertimbangan hukum di atas, permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil penyusunan permohonan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 ayat (2) PMK 2/2023 sehingga menyebabkan permohonan a quo tidak jelas atau kabur,” jelas Arsul.
Baca juga:
Golkar: Anomali Pemilu, Menang di DPRP, Kalah di DPR RI Dapil Papua
Sebelumnya, Partai Golkar (Pemohon) mendalilkan terjadinya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di antaranya penggelembungan suara terhadap partai-partai besar di tingkat distrik. Menurut Pemohon, terjadi anomali karena Partai Golkar sebagai pemenang pemilu DPRD Provinsi Papua tetapi tidak mendapatkan kursi di tingkat DPR RI. Pada pengisian anggota DPRD Provinsi Papua, Golkar meraih suara terbanyak dengan 108.003 suara di tujuh dapil.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilu Tahun 2024 yang diumumkan secara nasional pada Rabu, 20 Maret 2024 pukul 22.19 WIB sepanjang Dapil Papua untuk pengisian keanggotaan DPR Dapil Papua. Pemohon juga meminta Mahkamah memerintahkan KPU melakukan penghitungan surat suara ulang untuk pengisian keanggotaan DPR RI Dapil Papua di seluruh TPS yang ada di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Baca juga:
KPU Bantah Dalil Pengurangan Suara Golkar di Dapil Papua
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.