INILAH.COM, Jakarta â Urusan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait keberadaan Ahmadiyah belum juga tuntas. Malah masih di awang-awang. Tiga pihak berkompeten belum bertemu untuk membahas rinci soal SKB ini.
Itu sebabnya, pulang dari kunjungan kerja di Timur Tengah, Menteri Agama Mahtuf Basyuni langsung dicegat jadwal penting. Ia harus bergegas mengurus soal Ahmadiyah. Khususnya terkait penerbitan SKB.
Ya, Basyuni harus sesegera mungkin mengupayakan pertemuan di antara pucuk pimpinan tiga instansi untuk menerbitkan SKB tentang larangan terhadap seluruh aktivitas Ahmadiyah.
Kepada INILAH.COM, Selasa (29/4) malam di Jakarta, Basyuni mengaakui pihaknya sudah berkomunikasi lisan dengan Mendagri Mardiyanto di sela acara kunjungan PM Timor Leste Kay Rala Xanana Gusmao di Istana Kepresidenan.
"Belum bisa dibahas hal signifikan karena baru kami berdua yang berbicara. Belum bisa berbicara bertiga dengan Jaksa Agung. Saya sendiri masih menunggu agar kami bertiga bisa bertemu dalam pertemuan khusus untuk membahas SKB Ahmadiyah," kata Basyuni.
Dua pekan lalu, tepatnya 16 April, Badan Koordinasi Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) Kejaksaan Agung mengeluarkan rekomendasi agar dikeluarkan SKB antara Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama yang menyatakan pelarangan terhadap seluruh aktivitas aliran Ahmadiyah sesuai Uundang-Undang Nomor 1/PNPS/1965.
Keputusan Bakor Pakem yang diketuai Jamintel Kejaksaan Agung Wisnu Subroto itu tidak serta merta diambil. Sebab, 15 Januari lalu, Bakor Pakem mengeluarkan 12 butir kesepakatan yang harus ditaati Ahmadiyah, tapi ternyata tidak dilaksanakan.
Dalam 12 butir kesepakatan antara JAI (Jamaah Ahamiyah Indonesia) dan Bakor Pakem itu, JAI diminta menyakini dan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana diajarkan Rasulullah dan meyakini Muhammad SAW adalah nabi terakhir.
Warga JAI sepakat meyakini tidak ada syariat lain setelah Al-Quran karena Al-Quran dan Muhammad SAW adalah sumber ajaran Islam. Sedangkan buku Tadzkirah adalah catatan pengalaman rohani Mirza Ghulam Ahmad yang dibukukan oleh pengikutnya pada 1935. Buku itu bukanlah kitab suci.
Rencana penerbitan SKB itu sendiri mendapat tentangan keras dari banyak pihak. Muncul pro-kontra. Nasib SKB bagai di awang-awang. Tidak ada kejelasan. Tapi, Basyuni mengatakan, SKB sudah pasti diterbitkan pemerintah karena sesuai Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965.
Memang, UU itu menjadi dasar hukum diterbitkannya SKB Ahmadiyah, yaitu menyangkut UU tentang Pencegahan, Penyalahgunaan, dan Penodaan Agama.
Di dalammya tercantum keterangan "Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran, dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu."
Menurut Basyuni, SKB belum bisa diterbitkan sebelum ketiga pejabat bertemu untuk membahas lebih rinci. "SKB itu tidak bisa ditandatangani sendiri-sendiri, harus bersama-sama dalam satu kesempatan. Saya mohon semua pihak bersabar. Pemerintah harus hati-hati menyikapi masalah ini," kata Basyuni.
Di balik itu, belakangan makin banyak pihak berempati kepada Ahmadiyah menyusul maraknya aksi kekerasan terhadap JAI dan aset mereka. Sebagian menilai sah-sah saja JAI menjalankan keyakinannya karena hasl itu diatur dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 1 dan 2, serta pasal 29 ayat 2.
Di sinilah letak dilema itu. Melakukan kekerasan atau tindakan anarki memang masuk kategori perbuatan melawan hukum. Lalu, di Indonesia, diatur pula tentang kebebasan menganut dan menjalankan agama bagi setiap warga negaranya.
Tapi, lepas dari semua itu, substansi baku yang bersifat luhur dan agung dari sebuah agama jelas tidak bisa serta merta diselewengkan pihak manapun, untuk tujuan apapun, dengan dalih apapun.
Di pihak lain, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Abu Bakar Nataprawira mengatakan kepada INILAH.COM, Polri akan melakukan pengamanan terhadap JAI dan aset yang mereka miliki.
Menurut Abu Bakar, Polri juga mengimbau kepada pihak yang tidak setuju dengan JAI agar jangan melakukan tindak kekerasan dan anarki. Sebab, lanjutnya, Indonesia adalah negara hukum sehingga Polri akan menindak tegas siapapun yang sengaja menganiaya dan merusak.
Ketiga pihak terkait, yaitu Menteri Agama-Jaksa Agung-Mendagri, memang harus segera bertemu dan membicarakan masalah bangsa yang sekarang sedang mengemuka ini. Tuntaskan segera masalah ini.
Sama-sama di Jakarta, mau bertemu saja kok susah amat? Tengoklah, kerukunan antar umat beragama dan situasi keamanan di sejumlah wilayah sudah tercabik akibat pro-kontra seputar Ahmadiyah. [I3]
Sumber www.inilah.com
Foto www.google.co.id