Desakan agar MA menangguhkan proses seleksi tidak akan terpenuhi, sebab dua calon yang diusung MA tinggal menunggu Keputusan Presiden untuk dilantik menjadi hakim konstitusi yang baru.
Langkah M. Arsyad Sanusi dan Abdul Halim Syahran menduduki kursi hakim konstitusi memang tidak akan terbendung. Namun Mahkamah Agung (MA) yang mengajukan Ketua Pengadilan Tinggi Makassar dan Ketua Pengadilan Tinggi Kendari itu menjadi âpengawal konstitusiâ terus menuai kritik.
Kritik itu datang dari Aliansi Masyarakat untuk Mahkamah Konstitusi (Amuk-MK). Bukan perkara layak atau tidaknya dua doktor itu menjadi hakim konstitusi. Amuk-MK mengkritik mekanisme pemilihan yang dilakukan secara diam-diam, tanpa transparansi dan partisipasi publik.
âSesuai Pasal 19 UU No. 24 Tahun 2003 Mahkamah Konstitusi, proses pemilihan hakim konstitusi harus memenuhi prinsip transparansi dan partisipasi. Jika dua prinsip itu diabaikan, maka hasilnya cacat hukum. Berarti MA melanggar hukum,â kata anggota Amuk-MK, Hermawanto, Selasa (29/4).
Sebelum memenuhi dua prinsip itu, MA didesak untuk menangguhkan proses pemilihan hakim konstitusi. Jika dipaksakan, selain cacat hukum, hakim yang dihasilkan akan mengalami deligitimasi.
Dalam seleksi hakim konstitusi, prinsip transparansi dan partisipasi memang sangat ditekankan. Penjelasan Pasal 19 UU MK menyatakan, calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa, baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan.
Tapi, tidak ada ketentuan yang mewajibkan MA, sebagaimana DPR dan Presiden yang diberi hak untuk mengajukan tiga calon hakim konstitusi, untuk terikat atau paling tidak memperhatikan masukan dari masyarakat.
Selain itu, Pasal 20 Ayat (1) UU MK menyatakan, tata cara pengajuan, seleksi, dan pemilihan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang mengajukan.
Rupanya, keleluasaan ini digunakan MA untuk menerapkan independensinya secara keliru. âMA mestinya malu. Mereka bagaikan penderita autis yang hidup di dunia mereka sendiri,â seloroh anggota Amuk-MK lainnya, Taufik Basari. Ia membandingkan dengan proses serupa yang digelar DPR. Meski hasilnya tetap menuai kritik, tapi proses seleksi yang dilakukan DPR cukup terbuka dan memberi ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi.
Taufik menegaskan, selama ini MA tidak pernah mengumumkan secara resmi siapa saja yang diajukan menjadi hakim konstitusi, parameternya apa dan mekanismenya bagaimana. âSeharusnya dibeberkan dan masyarakat diberi ruang untuk memberi masukan,â tandasnya.
Mekanisme pemilihan yang tertutup ini diduga sengaja dilakukan MA untuk kepentingan tertentu. âBisa saja mereka yang dipilih adalah hakim yang bisa mengamankan posisi MA jika terjadi sengketa di MK,â ungkap Taufik. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, sejumlah hakim agung memang sempat menjadi pemohon dalam perkara pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.
Jika mekanisme pemilihan hakim konstitusi dilakukan MA secara transparan dan partisipatif, masyarakat bisa meminimalkan agenda tersembunyi MA. âMasyarakat akan mengetahui track record-nya,â tukas Hermawanto.
MA telah melakukan "pengadaan" hakim konstitusi pertengahan Februari lalu. Ketika itu Ketua MA Bagir Manan tidak mau mengungkap jati diri dua hakim yang diusulkan MA. Juru bicara MA Djoko Sarwoko malah memberi teka-teki. âMereka adalah Ketua Pengadilan Tinggi di daerah Sulawesi. Mereka bergelar doktor hukum dari Universitas Indonesia. Yang satu back ground-nya Hukum Tata Negara,â ujarnya.
Setelah mencari-cari, belakangan publik baru ngeh bahwa yang dimaksudkan petinggi MA itu adalah Ketua PT Makassar Arsyad Sanusi dan Ketua PT Kendari Abdul Halim Syahran. Keduanya akan menggantikan dua hakim konstitusi dari MA yang akan pensiun, yaitu Laica Marzuki dan Soedarsono. Laica pensiun pada 5 Mei 2008, sedangkan Soedarsono pensiun pada 5 Juni 2008.
Djoko Sarwoko membantah MA melakukan pemilihan hakim konstitusi secara tertutup. âKami umumkan di koran kok, seperti di Kompas. Tapi bukan di iklan,â ujarnya, kepada hukumonline, lewat gagang telpon. Ia menambahkan, MA membuka kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan masukan. âKalau mau, bisa kirim surat ke MA. Tapi nyatanya tidak ada yang keberatan.â
Djoko bercerita, Arsyad dan Halim dipilih oleh sebelas pimpinan MA. Mula-mula, tiap pimpinan MA diberi kesempatan menyodorkan dua nama Ketua PT. Mereka yang direkomendasikan ini lalu dilacak kinerjanya oleh Badan Pengawasan. Ternyata seluruh nama itu memiliki rekam jejak yang baik. Setelah itu dilakukan pemungutan suara. Hasilnya, suara terbanyak diperoleh Arsyad dan Halim.
MA sama sekali tidak melakukan ujian terhadap Ketua PT yang akan diusulkan menjadi hakim konstitusi. Menurut Djoko, mereka tidak perlu diuji lagi karena sudah teruji di lapangan. âMereka sudah pengalaman jadi hakim puluhan tahun,â tandasnya.
Tuntutan Amuk-MK agar MA menangguhkan proses pemilihan hakim konstitusi agaknya tidak akan terpenuhi. âSoal puas atau tidak puas, suka atau tidak suka, itu biasa,â ungkap Djoko. Karena itu, dipastikan langkah Arsyad dan Halim akan mulus. âTinggal menunggu Keppres.â (Her)
Sumber www.hukumonline.com (30/04/08)
Foto Dok Humas MK