Selain melakukan lobi ke Presiden dan Depkominfo, Dewan Pers juga berancang-ancang mengajukan judicial review ke MK. Tim yang sudah dibentuk tengah mengkaji sejumlah materi terkait.
Sejumlah undang-undang yang dihasilkan DPR dan pemerintah berpotensi mengancam kehidupan pers. Setelah UU Pemilu Legislatif dan UU Kebebasan Informasi Publik, kini UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pun menebar ancaman serupa. Disahkan penghujung Maret 2008, UU ITE memuat ketentuan pidana bagi penyebar informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras, agama, dan antargolongan. Sanksinya pun terbilang berat yaitu enam tahun penjara plus denda maksimal Rp1 miliar.
Menyadari adanya ancaman tersebut, Dewan Pers bergerak cepat. Senin (28/4), dipimpin langsung sang Ketua Ichlasul Amal, Dewan Pers menyambangi ruang kerja Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh di bilangan Merdeka Barat. Kedatangan Dewan Pers dalam rangka menyampaikan surat berisi penjelasan Dewan Pers terkait pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers.
Keberatan Dewan Pers sebenarnya jauh-jauh hari sudah disuarakan melalui Siaran Pers pada 7 April silam. Dewan Pers mempersoalkan rumusan pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) yang dianggap berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan kemerdekaan berekspresi masyarakat. Dewan juga berkirim surat ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam surat itu, Dewan Pers meminta SBY tidak menandatangani UU tersebut. Sayangnya, surat Dewan Pers tidak diindahkan. Presiden SBY tetap membubuhkan tanda tangan pada 21 April lalu. âKedua pasal itu praktis hanya mengadopsi dari pasal pencemaran nama baik dalam KUHP,â tuding Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara.
Menurut Leo, beberapa pasal pencemaran nama baik dalam KUHP telah dibatalkan oleh putusan MK. Pasal 154 dan Pasal 155 KUHP misalnya telah dibatalkan oleh MK bulan Juli 2007. Setahun sebelumnya, MK pernah menyatakan Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 KUHP tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. âUU ITE sama saja telah menghidupkan kembali pasal-pasal warisan kolonial yang telah dibatalkan oleh MK,â ujarnya.
Menyadari upaya protes via Presiden telah kandas, kini harapan Dewan Pers bertumpu pada Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo). Laiknya undang-undang, UU No. 11 Tahun 2008 memang menyisakan sejumlah pekerjaan rumah untuk Depkominfo menerbitkan sejumlah peraturan pemerintah (PP).
Untunglah, upaya Dewan Pers membuahkan hasil positif. Leo bercerita dalam pertemuan, Menkominfo sudah berjanji tidak akan menerbitkan PP yang mengancam kebebasan pers. Menkominfo menjamin pasal-pasal yang dikhawatirkan itu tidak akan diberlakukan terhadap kalangan pers. Janji itu walaupun belum cukup, menurut Leo, setidaknya menunjukkan komitmen Menkominfo dalam melindungi insan pers.
âKini tergantung kemurahan hati Menteri (Menkominfo, red.) dalam menerbitkan peratruran pemerintahnya,â harapnya. Untuk itu, Dewan Pers bertekad akan mengawal perumusan PP yang terkait dengan UU ITE. Leo juga berharap Depkominfo berkenan melibatkan Dewan Pers dalam proses pembahasan PP-PP dimaksud.
Menkominfo M. Nuh menegaskan bahwa UU ITE sama sekali tidak mengandung semangat ingin memberangus pers. âSemuanya (semangat UU ITE, red.) itu mulia,â tukasnya. Hanya saja, yang ingin diatur adalah adanya tindakan yang berlebihan (overacting). âSaya yakin, tidak ada yang setuju bebas tapi seenaknya dewe,â tambahnya.
M. Nuh menambahkan kekhawatiran yang muncul belakangan terjadi karena kalangan pers trauma pada pemerintahan masa lalu. Kondisi saat ini, menurutnya, jauh berbeda karena kebebasan pers sangat dihormati. âJadi, tidak perlu ada trauma sehingga muncul ketakutan-ketakutan seperti ini,â ujarnya.
Soal perumusan PP, M. Nuh mengatakan tidak terbatas Dewan Pers. Depkominfo pasti akan melibatkan masyarakat secara umum. Untuk itu, apabila rancangan PP telah siap, Depkominfo akan mempublikasikan melalui situs internet agar dapat dikritisi semua kalangan. Jaminan Menkominfo untuk kalangan pers, ternyata tidak berlaku untuk para blogger. Menurut M. Nuh blogger tidak termasuk dalam kategori pers. âBlogger kan bukan jurnalis, hanya interaksi pribadi melalui internet,â tukasnya.
Selain melakukan lobi ke Presiden dan Depkominfo, Dewan Pers juga berancang-ancang mengajukan hak uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Leo mengatakan persiapan mengajukan judicial review sudah sampai tahap pembentukan tim. Saat ini, tim dimaksud tengah intens mempelajari materi-materi terkait. Dalam tim selain Dewan Pers, dilibatkan pula kalangan LSM seperti Lembaga Bantuan Hukum Pers
âMenteri telah menyatakan dukungan atas langkah kami ini,â klaim Leo. Ketika dikonfirmasi, M. Nuh mempersilahkan Dewan Pers mengajukan judicial review terhadap UU ITE. Normatif, M. Nuh berpendapat, âmengajukan judicial review adalah hak setiap warga negara, hak mosok dilarang".(Rzk)
Sumber www.hukumonline.com (29/04/08)
Foto www.rougarai.com/images/ecommerce-pic.gif