KETUA DPR Agung Laksono awalnya menolak penggeledahan yang akan dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah ruangan di lembaganya.
Agung beralasan, penggeledahan yang dilakukan terkait kasus dugaan suap anggota Komisi IV Al Amin Nur Nasution ini terlalu jauh melampaui kewenangan KPK.
Sungguh alasan yang patut dipertanyakan. Bukankah penggeledahan merupakan bagian dari kerja KPK dalam pengembangan kasus dugaan korupsi seorang pejabat negara?
Bahkan kantor presiden pun tidak menutup kemungkinan untuk digeledah jika memang tercium aroma korupsi di dalamnya. Intinya, tidak ada asap jika tidak ada api. KPK tidak akan menggeledah DPR jika tidak ada aroma korupsi dari institusi perwakilan rakyat itu.
Lumrah, kalau sikap penolakan itu lantas menimbulkan komentar miring. Pimpinan DPR dituding melindungi para koruptor Senayan. Pimpinan DPR juga dituding menghalang-halangi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Arogansi DPR semakin tidak terbantahkan. Di tengah kondisi yang semakin memojokkan peran DPR, sejumlah anggota dewan malah menggulirkan wacana pembubaran KPK.
Ketua Dewan Pengurus Transparancy International Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis menilai wacana pembubaran KPK dari sejumlah anggota DPR itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Kepercayaan rakyat terhadap DPR menjadi taruhan jika wacana tersebut terealisasi.
Napas pembentukan KPK adalah menjalankan aspirasi rakyat yang anti terhadap korupsi. Jika kemudian DPR membubarkan KPK, bukankah itu berarti DPR telah berpaling dari rakyat?
Konyol! Bukannya memunculkan pembelaan dan dukungan, serangan balik ini justru semakin mengesankan DPR tengah dilanda ketakutan hebat atas upaya pemberantasan korupsi. Reaksi DPR dipandang terlalu berlebihan. Bagaimanapun keberadaan KPK masih perlu di sebuah negara yang terjangkit penyakit korupsi yang cukup kronis seperti Indonesia.
Serangan balik itu nyatanya juga tidak digubris KPK. Lembaga pimpinan Antasari Azhar itu tetap melakukan penggeledahan terhadap lima ruang anggota Komisi IV dan ruang Sekreatariat Komisi IV. Sedikitnya 70 macam barang diangkut dari ruang-ruang dewan terhormat itu untuk diperiksa sebagai alat bukti kasus suap pengalihfungsian hutan lindung di Bintan.
Penggeledahan ini sekaligus menjadi sejarah baru dalam penegakan korupsi. Sebuah kantor wakil rakyat digeledah aparat penegak hukum, dalam hal ini KPK.
DPR harus menjadikan momentum ini untuk membuktikan mereka bersih dari penyakit kronis korupsi, bukan malah melancarkan serangkan balik yang justru semakin memojokkan lembaga wakil rakyat itu. Jika DPR menunjukkan komitmennya mendukung pemberantasan korupsi, maka simpati rakyat kepada DPR akan melebihi simpati rakyat kepada KPK.
Jadi, kalau memang bersih mengapa harus takut digeledah? (pie)
Sumber www.okezone.com
Foto www.google.co.id