JAKARTA, HUMAS MKRI - Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD (PHPU DPR/DPRD) Tahun 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan Partai Gerindra yakni Perkara Nomor 24-01-02-38/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, digelar di MK pada Selasa (30/4/2024). Permohonan PHPU Partai Gerindra terkait pengisian calon anggota DPR RI Dapil Papua Barat, DPRD Provinsi Papua Barat Daya, Daerah Pemilihan 1 dan DPRD Provinsi Papua Barat Daya Daerah Pemilihan 6.
Persidangan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Partai Gerindra (Pemohon) melalui kuasa hukumnya, Dolce Rompas, dalam persidangan menjelaskan terjadinya pelanggaran yang secara langsung mempengaruhi perolehan suara Pemohon yang terjadi di dua Kabupaten/Kota, yaitu Kabupaten Sorong Selatan dan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Pelanggaran di Sorong Selatan terjadi di 8 distrik yaitu Distrik Seremuk, Inanwatan, Kokoda, Kokoda Utara, Kais, Kais Darat, Moswaren, dan Saifi. Kecurangan pada distrik tersebut, setelah pemungutan dan penghitungan suara di tingkat TPS, saksi Pemohon tidak mengetahui jumlah perolehan suara Pemohon maupun jumlah perolehan suara caleg dari partai lain.
“Terdapat pelanggaran di Kota Sorong. Pelanggaran tersebut terjadi di sembilan distrik dan terjadi sejak penghitungan di TPS-TPS hingga rekapitulasi suara secara berjenjang di tingkat distrik, maupun provinsi. Pada saat itu, sebagian besar saksi-saksi yang ditugaskan di tiap-tiap TPS tidak diberikan C-hasil Salinan oleh KPPS. Kewajiban PPS untuk mengumumkan hasil perhitungan suara di tingkat TPS juga tidak dilaksanakan. Akibatnya, para saksi Pemohon tidak memiliki hasil perolehan suara partai dan calon di sebagian besar TPS,” jelas Dolce Rompas.
Oleh karena terjadinya kecurangan tersebut, lanjut Dolce, maka hasil perhitungan suara untuk pengisian anggota DPR RI Daerah Pemilihan Papua Barat Daya di Kota Sorong seharusnya tidak sah dan cacat hukum sehingga tidak patut diperhitungkan sebagai hasil pemilihan umum yang telah diumumkan oleh Termohon.
Dalam Petitumnya, Pemohon memohon kepada Mahkamah agar membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 terkait perkara tersebut. Selain itu, Pemohon memohon agar Mahkamah dapat memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di distrik-distrik yang dianggap bermasalah.
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.