JAKARTA (Suara Karya): DPRD DKI Jakarta berjanji untuk segera mengetuk palu Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pembentukan PT Mass Rapid Transit (PT MRT) Jakarta. Rencananya 5 Mei 2008 nanti DPRD menggelar rapat paripurna mengesahkan perda tersebut.
Wakil Ketua DPRD DKI Maringan Pangaribuan, usai memimpin rapat tim perumus Raperda tentang Pembentukan PT MRT, kepada wartawan mengatakan, setelah perda itu disahkan, berarti PT MRT sudah menjadi badan hukum yang berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Komposisi kepemilikan saham PT MRT adalah 99 persen dimiliki Pemprov DKI, sementara sisanya, 1 persen, dipunyai BUMD PD Pasar Jaya. Dengan adanya Perda PT MRT, maka dana pinjaman untuk pembangunan subway akan cepat ditarik sehingga rencana pembangunan fisiknya dapat segera diwujudkan mulai 2009.
Maringan Pangaribuan menambahkan, PT MRT dapat mempermudah penarikan pinjaman dari investor. Dalam pembahasan tersebut, dipertegas pula mengenai pengembalian dana pinjaman pembangunan MRT atau yang dikenal dengan subway. Dalam perjanjian pertama, komposisi pengembalian pinjaman 60 persen dilakukan pemerintah pusat dan 40 persen menjadi tanggung jawab Pemprov DKI.
Menyinggung tentang kedudukan jajaran direksi, menurut Maringan, rekrutmen dilakukan pihak independen. Selain itu, jajaran direksi tidak diperbolehkan dari aparat yang berada dalam struktur pemerintahan. "Direksi harus orang-orang profesional," ujarnya menambahkan.
Asisten Perekonomian Sesda Provinsi DKI Mara Oloan Siregar mengatakan, saham PT MRT nantinya 99 persen dikuasai oleh Pemprov DKI, sedangkan satu persen lainnya dipegang oleh PD Pasar Jaya.
Ia juga menuturkan, untuk kewajiban setoran tahap awal sebagai pemegang saham mayoritas di PT MRT, Pemprov DKI akan menyuntikkan dana sebesar Rp 50 miliar dari Rp 200 miliar yang merupakan kewajiban Pemprov DKI. "Dana yang akan disetorkan diambil dari anggaran perubahan APBD 2008," ujar Oloan lagi.
Pada kesempatan sebeumnya Gubernur DKI Fauzi Bowo menjelaskan, meski penandatanganan nota kesepahaman pembangunan MRT dilakukan antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang, namun Pemprov DKI diberi tanggung jawab membentuk korporasi pengelola proyek tersebut.
Pada 28 November 2006 pemerintah Jepang memberikan bantuan dana sebesar 817,5 juta dolar AS untuk pengembangan dan pembangunan subway di Jakarta pada awal tahun 2009.
Dengan perjanjian itu bisa dipastikan proyek subway ini akan dibiayai oleh pemerintah Jepang dalam dua tahap, pertama pinjaman senilai 17,5 juta dolar AS yang menyangkut pekerjaan studi, dan kedua menyangkut konstruksi proyek senilai 800 juta dolar AS.
Pada fase pertama, akan dibangun lintasan subway sepanjang 14,3 kilometer dengan depo di Lebak Bulus. Pada jalur Lebak Bulus-Dukuh Atas ini akan dibangun 12 stasiun, yang terdiri dari sembilan stasiun layang dan tiga stasiun bawah tanah.
Sembilan stasiun layang itu adalah Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja, Senayan, dan Istora. Sedangkan stasiun di Bendungan Hilir, Setiabudi, dan Dukuh Atas akan dibangun di dalam terowongan. (Yon Parjiyono
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id