JAKARTA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Arsul Sani menjadi keynote speaker dalam kegiatan forum diskusi mengenai “Landasan Konstitusional dalam Membangun Lingkungan Bisnis yang Transparan, Akuntabel, Adil, dan Bermoral” yang diselenggarakan In-House Corporate Counsel Association (ICCA) bekerja sama dengan Hukumonline pada Jumat (22/3/2024) di Century Park Hotel Jakarta. Arsul mengatakan, saat ini yang menjadi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang (PUU) di MK banyak juga merupakan korporasi.
Arsul menjelaskan, dalam hukum acara MK, tak hanya perorangan yang dapat mengajukan permohonan PUU, melainkan juga badan hukum baik privat maupun publik. Korporasi itu mengajukan permohonan PUU karena kepentingan bisnisnya merasa dirugikan atas berlakunya UU yang berlaku. Misalnya saja permohonan pengujian UU tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengenai pengenaan khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa minimal 40 persen dan maksimal 75 persen.
“Jadi kalau ada yang merasa dirugikan, kalau saya lihat paling banyak yang sudah diputus itu terkait kebijakan perpajakan mulai pengadilan pajak dan segala macam, ada juga yang kemudian diajukan ke MK,” tutur Arsul dalam paparannya.
Karena itu, Arsul mengatakan, ICCA perlu memahami hak konstitusional warga negara dan hukum acara MK. Sehingga, korporasi atau perusahaan sebagai Pemohon prinsipal maupun kuasa hukumnya telah memahami tata beracara pengujian UU di MK.
“Tentu in-house counsel-nya harus paham karena walaupun bisa pakai lawyer tapi kalau prinsipalnya tidak paham kan kurang bagus juga, bahkan kalau saya lihat perusahaan ada juga yang tidak punya in-house tapi maju juga (mengajukan permohonan pengujian UU) sendiri,” jelas Arsul.
Kegiatan forum ini dihadiri Presiden ICCA Yudhistira Setiawan dan Chief Media & Engagement Officer Hukumonline Amrie Hakim. Yudhistira mengatakan, diskusi kali ini juga membahas terkait tindak pidana korporasi yang dianggap penting untuk menumbuhkan kesadaran penasihat hukum internal perusahaan untuk memiliki pemahaman yang cukup baik terhadap risiko tindak pidana korporasi.
“Perlu menjadi awareness kita semua sebagai in-house counsel untuk memiliki pemahaman yang cukup baik tentang adanya risiko tindak pidana korporasi dalam kegiatan usaha kita sebagai perusahaan yang menjalankan bisnis, juga kedudukan kita sebagai in-house counsel yang terus-menerus memberikan nasihat hukum,” kata dia.
Sebagai informasi, ICCA merupakan perkumpulan yang menaungi para penasihat hukum internal perusahaan yang berdiri sejak 2019. Sementara, Hukumonline adalah regulatory-technology company yang didirikan sejak 2000, menyediakan produk hukum terlengkap, terintegrasi, dan terpercaya menjadi solusi satu atap bagi praktisi Hukum Indonesia. Saat ini ICCA dan Hukumonline bekerja sama untuk meningkatkan hubungan kelembagaan dan manfaat bagi para anggota.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.