JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konsitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil Pasal 14 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan ayah dan anak. Menurut MK, pencantuman nama calon dalam surat suara sebagaimana diatur dalam norma tersebut adalah konstitusional.
“Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang Pengucapan Putusan Nomor 21/PUU-XXII/2024, pada Kamis (21/3/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
MK dalam pertimbangan hukumnya menegaskan, karakter perumusan norma Pasal 14 huruf c UU Pemilu merupakan bentuk perumusan yang umum dan terbuka terhadap semua hal yang berkaitan dengan informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat. Jika Mahkamah memberikan pemaknaan sesuai keinginan Pemohon, maka pemaknaan demikian akan menghilangkan karakter perumusan norma yang bersifat terbuka dan umum. Pemaknaan yang diminta Pemohon potensial mempersempit kewajiban KPU dalam menyelenggarakan pemilu.
“Karakter pemaknaan norma yang dimohonkan menjadi membatasi kewajiban KPU untuk hal-hal yang diatur di luar yang ditentukan secara limitatif dalam pemaknaan tersebut. Artinya apabila Mahkamah mengikuti keinginan para Pemohon, hal demikian menjadi bertentangan dengan hak pemilih atau warga negara untuk mendapatkan informasi terkait penyelenggaraan pemilu,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum putusan.
Para Pemohon tak hanya menguji Pasal 14 huruf c UU 7/2017, melainkan juga Pasal 342 ayat 2 UU 7/2017. Saldi menjelaskan, keinginan para Pemohon untuk menghilangkan frasa “dan nama” dalam Pasal 342 ayat (2) akan bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XX/2022. Sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk UU yang dinyatakan telah konstitusional oleh Mahkamah. Menghilangkan nama calon dalam surat suara adalah tidak sejalan dengan sistem pemilu proporsional terbuka.
Di sisi lain, dalil para Pemohon sepanjang pengujian Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 419, serta Pasal 420 huruf b, huruf c, dan huruf d UU 7/2017 tidak dapat diterima. Saldi menuturkan, norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 pernah diajukan pengujian konstitusionalitasnya dan telah dipertimbangkan dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023. Dengan demikian, secara substansial, norma Pasal 414 ayat (1) UU 7/2017 telah memiliki pemaknaan baru yang berlaku. Meskipun secara redaksional masih sama, makna norma a quo tidak lagi sama sebagaimana yang termaktub dalam permohonan para Pemohon. Sehingga, dalil para Pemohon berkaitan dengan pengujian inkonstitusionalitas secara bersyarat norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu telah kehilangan objek.
Kemudian, norma Pasal 415 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 419, serta Pasal 420 UU Pemilu ialah norma yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan penjabaran dari Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu. Secara sistematis, ketika Pasal 414 ayat (1) Pemilu telah diberikan pemaknaan baru, maka pertimbangan Putusan MK Nomor 116/PUU-XXII/2023 mutatis mutandis berlaku sebagai pertimbangan hukum dalam mempertimbangkan konstitusionalitas norma Pasal 415 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 419, serta Pasal 420 UU 7/2017. Dengan demikian, dalil para Pemohon yang berkenaan dengan Pasal 415 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 419, serta Pasal 420 UU Pemilu pun telah kehilangan objek.
Baca juga:
Ayah dan Anak Uji UU Pemilu ke MK
Ayah dan Anak Perbaiki Permohonan Uji UU Pemilu
Sebagai informasi, seorang ayah bernama Fathul Hadie Utsman dan anaknya bernama AD. Afkar Rara mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 14 huruf c, Pasal 342 ayat (2), Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (2), Pasal 419, Pasal 420 huruf b, c, dan d UU Pemilu. Para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 14 huruf c, Pasal 342 ayat (2), Pasal 414 ayat (1), Pasal 415 ayat (2), Pasal 419, Pasal 420 huruf b, c, dan d UU Pemilu UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap. Para Pemohon pun mengajukan pemaknaan baru terhadap norma-norma yang dimohonkan itu.
Untuk Pasal 14 huruf c, pada intinya para Pemohon ingin Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan sosialisasi para calon legislatif (caleg) baik melalui media massa, media sosial (medsos), bahkan mendatangi rumah-rumah warga secara langsung untuk setidak-tidaknya menginformasikan nama-nama caleg yang berkontestasi. Alasannya, para Pemohon mengaku tidak dapat memperoleh informasi maksimal tentang visi, misi partai, dan profil caleg meskipun terdapat Pasal 14 huruf c yang mewajibkan KPU menyampaikan semua informasi penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat. Dengan demikian, hak Pemohon untuk memperoleh informasi tersebut tidak dapat dipenuhi.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.