JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan soal pembubaran partai politik yang diajukan oleh Albert Ola Masan Setiawan Muda yang merupakan seorang mahasiswa dari Universitas Internasional Batam (UIB). Sidang Pengucapan Putusan Nomor 16/PUU-XXII/2024 dalam perkara pengujian Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) ini digelar di MK pada Rabu (20/3/2024).
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam pertimbangan hukum Mahkamah menyebutkan isu utama yang dipersoalkan Pemohon berupa tidak dimungkinkan perseorangan warga negara untuk dapat mengajukan diri sebagai Pemohon dalam pembubaran partai politik sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 68 ayat (1) UU MK. Atas permohonan ini, MK telah mempertimbangkannya pada Putusan MK Nomor 53/PUU-IX/2011 yang diucapkan pada 3 Januari 2013. Mahkamah telah berpendirian kata “Pemerintah” pada Pasal 68 ayat (1) UU MK memberikan batasan subjek hukum yang dapat mengajukan pembubaran partai politik di MK adalah Pemerintah, baik dalam norma Pasal 68 ayat (1) UU MK maupun Penjelasannya, yang dimaksud Pemerintah adalah “Pemerintah Pusat”.
Dengan demikian tidak dapat dimaknai atau ditafsirkan dengan menambahkan ‘perorangan warga negara Indonesia dan badan hukum’. Maka jika subjek hukum yang dapat mengajukan diri sebagai Pemohon dalam perkara pembubaran partai politik dapat diajukan oleh perorangan atau badan hukum, hal tersebut merupakan kewenangan dari pembentuk undang-undang untuk mengubahnya.
“Setelah mempertimbangkan hal tersebut, menurut Mahkamah permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum dan ketentuan norma Pasal 68 ayat (1) UU MK tidak menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang didalilkan Pemohon,” ucap Daniel saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.
Baca juga:
Kenapa Permohonan Pembubaran Partai Politik Hanya Dapat Diajukan Pemerintah?
Mahasiswa Batam Pertegas Kewenangan MK Memutus Pembubaran Partai Politik
Sebagai informasi, MK pada Senin (12/2/2024) menggelar sidang perdana Perkara Nomor 16/PUU-XXII/2024 ihwal pengujian Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Permohonan diajukan oleh oleh Albert Ola Masan Setiawan Muda yang merupakan seorang mahasiswa dari Universitas Internasional Batam (UIB).
Pasal 68 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon adalah Pemerintah”. Menurut Pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon melalui kuasa hukumnya, Risky Kurniawan menyebutkan Pemohon merasa dirugikan karena pasal tersebut telah membatasi hak Pemohon untuk membubarkan partai-partai yang tersangkut kasus korupsi yang dilakukan oleh pimpinan dan anggota partai yang memiliki jabatan publik. Sekiranya Kasus-kasus tersebut berpotensi untuk membubarkan partai-partai yang bersangkutan, muncul pertanyaan, bagaimana kalau partai politik (parpol) yang dianggap melakukan pelanggaran itu adalah bagian dari Pemerintah dan Presiden?
Menurut Pemohon, dengan tidak diberikannya hak membubarkan parpol kepada perseorangan warga negara dan dilimpahkan dalam kewenangan pemerintah, berimplikasi pada adanya abuse of power yang sarat akan tindakan yang mengutamakan kepentingan tertentu, baik diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Sehingga, hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Dengan demikian, Pemohon meminta agar pembubaran parpol yang korupsi dapat dilakukan oleh perseorangan warga negara.
Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 68 ayat (1) UU MK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pemohon adalah Pemerintah atau Perorangan warga negara Indonesia”.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.