[JAKARTA] Amendemen ke lima UUD 1945 dianggap sebagai langkah tepat dan tidak perlu ditunda lagi. Amendemen dibutuhkan agar posisi kelembagaan diperkuat dan bukan sekadar untuk kepentingan elite.
Hal itu disampaikan Ketua Perancang Undang-undang Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Muspani, kepada SP di Jakarta, Jumat (25/4). "Kita jangan berorientasi kalau amendemen konstitusi sarat kepentingan jangka pendek elite," ujarnya.
Menurut Muspani, yang perlu diperhatikan dalam amendemen UUD 1945 itu adalah sisi kepentingan yang mana. Misalnya, posisi DPD secara komprehensif harus diperkuat. Penundaan amendemen UUD 1945, ujarnya, justru akan menimbulkan masalah politik dengan munculnya opini dan kepentingan-kepentingan lain.
Dikatakan, DPD sudah siap dengan rumusan komprehensif amendemen konstitusi itu. DPD akan menggelar pembahasan lanjutan terkait penyempurnaan amendemen konstitusi itu.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan amendemen merupakan cara agar UUD 1945 bisa dijadikan kontrak sosial. Artinya, jaminan hak-hak konstitusi warga negara dan jaminan hak asasi manusia dapat diakomodasi.
"Jadi, konstitusi tak hanya sebatas kertas dan bahan untuk dipidatokan saja. Di negara maju pun konstitusi telah menjadi hak yang hidup dan sebagai kontrak sosial," ujarnya.
Dikatakan, dari empat kali amendemen, isi UUD 1945 telah berubah 300 persen. Dulu, isinya hanya 71 butir, dari empat kali amendemen telah menjadi 199 butir. Hanya 25 butir yang tidak berubah, sehingga muncul 174 butir baru yang menjamin hak konstitusi dan jaminan hak asasi manusia yang dulu belum ada.
Selain itu, ada pergeseran kewenangan legislatif atas eksekutif dalam pembuatan UU. "Jangan dianggap konstitusi sebagai barang keramat. Mari, perdalam pemahaman terhadap konstitusi sebagai puncak dari sistem bernegara," tuturnya.
Tumpang Tindih
Sebelumnya, Wakil ketua Lembaga Kajian Konstitusi (LKK) Albert Hasibuan mengatakan saat ini masih terjadi tumpang tindih kekuasaan dan wewenang antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal itu memperlihatkan sistem perundang-undangan yang mengatur batas-batas kewenangan badan eksekutif maupun legislatif masih lemah.
"Sebenarnya, memang masih banyak kelemahan atau kekurangan-kekurangan mendasar pada UUD 1945 sebagai konstitusi kit," kata Albert. Namun, ujarnya, amendemen UUD 1945 yang sudah dilakukan empat kali itu masih terdapat unsur tawar politik berdasarkan kepentingan jangka pendek.
Dominasi kekuasaan di DPR sangat terlihat jelas. Bila sudah begini, banyak orang yang mempertanyakan apakah sistem negara kita presidensil atau parlementer.
Dikatakan, UUD 1945 pascaperubahan empat kali menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Para menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden (pasal 6A ayat 1 dan pasal 17).
"Ini mencerminkan sistem pemerintahan kita presidensil. Namun, di lain pihak, DPR mencampuri urusan yang seharusnya menjadi batas kewenangan presiden, seperti pada pasal 13 ayat 3, yang mengatakan presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR," ujarnya. [ASR/YRS/O-1]
Sumber www.suarapembaruan.com
Foto www.google.co.id