JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) terhadap UUD 1945. Sidang ini dilaksanakan di MK pada Senin (4/3/2024). dengan agenda Perbaikan Permohonan Nomor 20/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Mohammad Riyadi Setyarto. Pemohon menguji Pasal 79 KUHP yang berbunyi, “Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:“.
Sidang digelar secara luring dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Pemohon yang hadir seorang diri tanpa didampingi kuasa, mengatakan telah menyerahkan berkas perbaikan baik dalam bentuk hardcopy maupun softcopy.
"Softcopy (diserahkan) jam 10 dan hardcopy jam 1,"terangnya.
Ia pun mengatakan telah menyerahkan bukti P1 hingga P6. Berikutnya Pemohon sekilas menyinggung poin perbaikan permohonan.
"Jadi, saya sudah perbaiki masalah kewenangan MK, kemudian kedudukan pemohon serta alasan permohonan," ujar Riyadi.
Sementara pada petitum, Pemohon meminta kepada MK agar mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. Meminta MK menyatakan Pasal 79 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Tenggang daluarsa penuntutan pada orang yang disangka melakukan perbuatan mulai berlaku pada hari sesudah orang itu dinyatakan sebagai tersangka pelaku perbuatan pidana itu dan sesudah oleh pihak terkena kejahatan atau pihak yang dirugikan kecuali dalam hal berikut.”
Baca juga:
Tenggang Kedaluwarsa Tindak Pidana Diuji
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 20/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Mohammad Riyadi Setyarto yang berprofesi sebagai Wiraswasta. Pemohon mengujikan Pasal 79 KUHP yang berbunyi, “Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut:“
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (20/2/2024), Pemohon yang hadir tanpa didampingi kuasa menyampaikan bahwa ia merupakan anak dari korban tindak pidana pencurian surat dokumen berharga milik Alm. Ayahnya A DM. Pencurian ini dilakukan oleh Dd Sghrt dan Hndr Spry pada Februari 1999. Saat itu, kondisi ayah Pemohon sedang dalam keadaan sakit sehingga tidak sadar bahwa dokumen tersebut dicuri.
Menurut Pemohon, dokumen tersebut berupa dokumen keuangan yang bernilai jutaan pound sterling. Tindak pidana ini terungkap setelah adanya informasi dari pihak perbankan di luar negeri bahwa dokumen-dokumen tersebut diuangkan oleh pihak lain sejak 2002 secara bertahap.
Setelah adanya info tersebut, Pemohon melaporkan kepada pihak kepolisian di Madiun sekitar 2019-2020. Namun laporan ditolak karena peristiwa tindak pidana tersebut terjadi pada tahun 1999. Aturan kedaluwarsa ini tercantum dalam KUHP.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Fauzan.