JAKARTA, HUMAS MKRI – PT Adora Bakti Bangsa (Pemohon I), PT Central Java Makmur Jaya (Pemohon II), PT Gan Wan Solo (Pemohon III), dan PT Juma Berlian Exim (Pemohon IV) mengajukan uji materill Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana Perkara Nomor 33/PUU-XXII/2024 ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (29/2/2024).
Pasal 78 UU Pengadilan Pajak menyatakan,” Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta berdasarkan keyakinan hakim.” Pasal tersebut dinilai para Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23A, dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Cuaca selaku kuasa hukum para Pemohon menyebutkan bahwa telah pernah melakukan upaya hukum dan Pengadilan Pajak dalam putusannya dirasa kurang adil. Sebagai ilustrasi, pada permohonan dituliskan beberapa perkara hukum yang dialami pihaknya. Misalnya Pemohon I sebagai wajib pajak badan yang pernah mengajukan penghapusan sanksi administrasi dan pembatalan terhadap surat tagihan pajak, namun ditolak oleh Pengadilan dengan pertimbangan hukum yang menyandarkan pada Peraturan Menteri Keuangan. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan penolakan tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 78 UU Pengadilan Pajak. Para hakimnya menilai PMK tersebut merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan.
Demikian juga dengan perkara hukum yang dialami oleh Pemohon IV yang pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak, yang pada pokoknya menggugat surat tagihan pajak pertambahan nilai barang dan jasa. Dalam putusan dan pertimbangan hukum majelis hakim disebutkan menyandarkan penolakan gugatan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Berdasarkan fakta hukum yang dialami tersebut, para Pemohon telah mengalami ketidakpastian hukum. Menurutnya putusan pengadilan pajak tersebut dalam mengadili sengketa perpajakan harus berdasarkan undang-undang dan bukan pada peraturan perundang-undangan.
“Untuk itu, para Pemohon mengajukan Petitum kepada Mahkamah agar menyatakan frasa ‘peraturan perundang-undangan’ dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai undang-undang,” ucap Cuaca pada Panel Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Arsul Sani sebagai hakim anggota.
Kerugian Konstitusional
Dalam sidang tersebut, Panel Hakim memberikan nasihat perbaikan kepada Pemohon. Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan perlu bagi para Pemohon untuk memperkuat alasan permohonan yang diperkuat dengan asas dan perbandingan dengan negara lain.
“Coba dipertimbangkan apakah hal teknis juga harus diatur dalam undang-undang. jika dimaknai ini apa dampaknya karena tidak mudah bagi Mahkamah untuk menentukan mana yang perlu diundangkan atau tidak, kalau sekiranya bisa disajikan perbandingan dengan negara lain,” jelas Daniel.
Sementara Hakim Konstitusi Arsul Sani mengatakan kepada kuasa para Pemohon untuk mencantumkan AD/ART yang memuat penetapan pihak dari pihak Perseroan Terbatas yang dapat menjadi pihak dalam pengajuan perkara ini. Lalu, Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta akta pendirian perusahaan yang menunjukkan keberadaan direktur dan pihak yang berhak mewakili dalam pengadilan.
“Pada UU PT disebutkan ada direktur, namun biasanya pada akta ada eksplisit sehingga untuk subjek hukumnya benar berwenang. Kemudian kerugian hak konstitusional dari para Pemohon ini apa yang menyebabkan alasan hak yang potensial dialami terlanggar oleh berlakunya pasal ini,” saran Saldi.
Pada akhir persidangan, Saldi menyebutkan para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk menyempurnakan permohonan. Selanjutnya naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Rabu, 13 Maret 2024 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan