JAKARTA, HUMAS MKRI - Puguh Suseno yang berprofesi sebagai wiraswasta mengajukan uji ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) ke Mahkamah Konstitusi. Sidang perdana atas Perkara Nomor 30/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan pada Rabu (28/2/2024) di Ruang Sidang Panel MK.
Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf I UU KUP menyatakan, “Setiap orang dengan sengaja: … d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap. … i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”
Kuasa hukum Puguh Suseno (Pemohon), Muhammad Ardilangga menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pasal yang diuji Pemohon dinilai tidak secara tegas mengatur unsur pemidanaan bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan surat pemberitahuan atau keterangan yang isinya tidak lengkap. Dengan kata lain, pada norma tersebut hanya menekankan perihal unsur kesengajaan atas tidak menyampaikan surat pemberitahuan yang isinya tidak lengkap yang akan dikenakan sanksi pidana, namun untuk membuktikan kesengajaan tersebut tidak diatur lebih lanjut. Selain itu, adanya konsep minimum dan maksimum pada penerapan sanksi pidana tersebut menimbulkan ambiguitas dalam penetapan penjatuhan tuntutan atau sanksi denda oleh penegak hukum.
“Pemohon memohon pada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 39 ayat (1) huruf d dan huruf i Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak diartikan ‘tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar’,” ucap kuasa hukum Pemohon, Aditia Krise Tri Yuwanto, saat membacakan petitum dalam Sidang Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh bersama dengan dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Kedudukan Hukum Pembayar Pajak
Mendapati permohonan Pemohon ini, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memberikan beberapa catatan untuk penyempurnaan permohonan. Di antaranya Guntur mempertanyakan persoalan yang dialami Pemohon dengan norma yang diuji.
“Adakah kaitan langsungnya, jika ada maka Pemohon akan memiliki legal standing, jika tidak, maka harus ada bangunan argumentasi bahwa hal tersebut potensial itu terjadi pada prinsipal,” terang Guntur.
Sementara Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dalam catatan nasihat kepada Pemohon menyebutkan perlunya untuk melengkapi kewenangan MK yang terdapat pada PMK 2/2021. Kemudian pada kedudukan hukum Pemohon sebagai perseorangan pembayar pajak, namun menurut Ridwan, Pemohon belum menjabarkan kerugian konstitusional yang dialami.
“Status pembayar pajak, kerugiannya apa, dan dalam Putusan MK tidak semuanya dapat diberikan kedudukan hukum sebagai pembayar pajak. Ini perlu elaborasi lagi,” terang Ridwan.
Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mencermati perlunya bagi Pemohon untuk memperkuat dengan teori, asas, atau perbandingan dengan negara lain tentang kebenaran pajak yang seharusnya disampaikan dengan jujur bukan rahasia. “Jika pasal ini dihilangkan, dampaknya apa, karena dalam permohonan belum terlihat posisi Pemohon dan Penyidik dalam menindak pidana perpajakan. Perlu juga Pemohon menyertakan putusan pengadilan yang dapat dijadikan penguat dari argumentasi,” jelas Daniel.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Daniel menyebutkan bahwa tenggang waktu penyerahan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Rabu, 13 Maret 2024 pukul 09.00 WIB. Kemudian Mahkamah akan menjadwalkan sidang selanjutnya.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Fauzan.