JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol), kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (26/2/2024). Perkara Nomor 15/PUU-XXII/2024 ini dimohonkan oleh seorang mahasiswa bernama Teja Maulana Hakim.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, Pemohon yang diwakili oleh Risky Kurniawan menerangkan pada kewenangan MK telah diperbaiki sesuai dengan saran Hakim. “Kemudian, pada kedudukan hukum dan alasan permohonan telah diperbaiki. Lalu saya menambah objek yang diuji dengan menambah Pasal 40 ayat (2) huruf b. Batu uji yang ditambahkan Pasal 28J ayat (1) dan Pasal 28J ayat (2). Yang saya hapuskan itu Pasal 1 ayat (2) UUD,” terang Rizky.
Baca juga: Mahasiswa Uji Ketentuan Pembekuan Sementara Parpol
Sebelumnya, Pemohon dalam permohonannya mempersoalkan Pasal 48 ayat (2) UU Parpol yang menyatakan, “Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan sementara Partai Politik yang bersangkutan sesuai dengan tingkatannya oleh pengadilan negeri paling laman 1 (satu) tahun”. Serta Pasal 48 ayat (3) UU Parpol menyatakan, “Partai Politik yang telah dibekukan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan melakukan pelanggaran lagi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi”.
Pemohon beralasan bahwa pembubaran partai politik melalui MK bersifat terbatas. Lebih lanjut, Pasal 40 ayat (2) UU Parpol dinilai Pemohon tidak menyatakan secara eksplisit mengenai pembubaran parpol dengan sebab anggota parpol yang memangku jabatan publik melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, Pemohon menyampaikan bahwa Pasal 40 ayat (2) khususnya kata “dan” pada kalimat “Partai Politik dilarang: a. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan; atau” menimbulkan masalah sehingga lebih tepat menggunakan kata “atau”. Dalam keyakinan Pemohon, kata “dan” pada pasal a quo akan lebih tepat digunakan pada permohonan pembubaran partai politik, bukan pembekuan.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 48 ayat (2) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Terhadap Pasal 48 ayat (3) UU Parpol, Pemohon meminta MK agar menyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Partai Politik yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.” (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha