JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian aturan pindah memilih sebagaimana tercantum dalam Pasal 348 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pada Senin (19/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara Nomor 28/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Partai Buruh dan seorang karyawan swasta bernama Cecep Khaerul Anwar. Sidang kedua perkara tersebut beragenda perbaikan permohonan.
Dalam persidangan perbaikan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, Imam Nasef selaku kuasa Pemohon yang hadir secara daring menyampaikan seluruh saran dan nasihat perbaikan diakomodir sebaik mungkin. “Kemudian yang tadinya dari 45 halaman dan sekarang menjadi 36 halaman. Sudah kami coba padatkan permohonan,” elas Imam.
Berikutnya, sambung Imam, perbaikan juga terdapat pada bagian Mahkamah Konstitusi diangka empat sesuai saran dari Majelis Hakim dan mencantumkan pasal spesifik dalam permohonan. “kemudian, pada bagian kedudukan hakim, kami sudah coba mencoba mempelajari AD/ART Partai Buruh memang tidak ada frasa yang spesifik atau klausul yang spesifik yang menyatakan berwenang mewakili maupun di luar pengadilan sehingga kami menggunakan tetap Pasal 18 ayat (1) huruf a dan huruf b AD/ART Partai,”tegasnya.
Imam menerangkan, perbaikan juga terdapat pada kerugian konstitusional yang dialami. “Di kerugian konstitusional yang dialami pertama kami cantumkan lebih spesifik lagi di poin 25 yang bersifat aktual, bahwa kerugian tersebut dalam penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi karena pemohon I sudah secara resmi ditetapkan sebagai peserta pemilu dan tentunya akan mengikuti kontestasi pemilu 2024. Namun dapat dipastikan akan kehilangan hak dan peluang untuk dipilih yang pindah lokasi,” ujar Imam.
Baca juga: Partai Buruh Uji Aturan Pindah Memilih dalam UU Pemilu
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan, Pemohon I menganggap berpotensi mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Hak konstitusional yang dirugikan yakni kehilangan hak dan peluang untuk dapat dipilih sebagai peserta Pemilu Tahun 2024 dikarenakan dengan kondisi pemilih yang pindah lokasi memilih ke luar daerah pemilihan asalnya pada saat hari pemungutan suara. Pemohon mendalilkan kerugian konstitusional yang Pemohon I alami bersifat spesifik (khusus) yaitu akan kehilangan hak dan peluang untuk dapat dipilih sebagai peserta pemilihan umum Tahun 2024.
Sedangkan Pemohon II yang memiliki persoalan ekonomi, biaya, dan jarak terancam tidak dapat memilih pada hari pemungutan suara di TPS yang semula terdaftar (sesuai dengan alamat KTP). Pemohon mendalilkan hal tersebut terjadi karena dengan kondisi tersebut tidak memungkinkan Pemohon II untuk pulang ke daerah yang menjadi tempat dirinya terdaftar sebagai pemilih (menyesuaikan alamat domisili/KTP). Menurut Pemohon, adanya ketentuan Pasal 384 ayat (4) UU Pemilu justru membatasi hak dan peluang para Pemohon untuk dipilih dan memilih, sebab dalam pasal a quo, pemilih pindahan hanya bisa memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan, untuk melakukan pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota tidak dapat dilakukan.
Dalam permohonannya, para Pemohon juga mengajukan provisi agar Majelis Hakim Konstitusi memprioritaskan pemeriksaan perkara ini dan menjatuhkan putusan sebelum pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dengan tetap berpegang pada hukum acara yang berlaku di Mahkamah Konstitusi. Atas alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK untuk menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan Pasal 384 ayat (4) UU Pemilu bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.