JAKARTA (Suara Karya): DPR menyatakan siap digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun KPK diminta lebih beretika dan menaati prosedur yang berlaku.
Demikian rangkuman pendapat yang dikemukakan Ketua DPR HR Agung Laksono, Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Panda Nababan, Wakil Ketua BK DPR Gayus Lumbuun, Wakil Ketua Komisi III DPR Dr Aziz Syamsudin, anggota Komisi III DPR Aulia Rahman, dan Hakim Konstitusi terpilih Akil Mokhtar secara terpisah di Jakarta, Jumat (25/4). Turut mengomentari rencana KPK menggeledah kantor DPR itu adalah Wapres HM Jusuf Kalla.
Ketua DPR HR Agung Laksono mengatakan, pimpinan DPR berencana melakukan pertemuan dengan KPK untuk membahas lebih lanjut adanya perbedaan sikap yang terjadi dengan KPK. "Pertemuan tersebut direncanakan pekan depan, untuk menyamakan persepsi mengenai prosedur penegakan hukum," ujarnya.
Agung menyebutkan, pertemuan itu bukan upaya intervensi DPR terhadap langkah KPK dalam mengusut kasus dugaan pidana yang dilakukan anggota DPR, khususnya terkait pengungkapan kasus dugaan suap yang melibatkan anggota DPR dalam kasus alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan, Kepri.
Pemahaman persepsi mengenai prosedur, dinilai Agung, penting karena DPR sebagai lembaga negara harus dihormati. Karena itu, penolakan penggeledahan itu bukan merupakan langkah menghalangi KPK. Sebab, sebagai sesama lembaga negara, hubungan yang harmonis harus tetap dijaga.
Menurut Agung, langkah KPK yang akan melakukan penggeledahan terhadap ruang kerja anggota DPR memiliki alasan kuat, tetapi proses penegakan hukum hendaknya memperhatikan prosedur.
Prosedur penggeledahan yang dinilai belum dipenuhi KPK itu menimbulkan kesan grusa-grusu (terburu-buru) dan mengesankan seolah-olah anggota DPR seperti penjahat.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Dr Aziz Syamsuddin menyatakan, secara institusi, DPR tidak pernah menghambat upaya tindakan hukum (termasuk dari KPK) untuk melakukan penggeledahan atau apa pun bentuknya, sepanjang itu sesuai dengan aturan hukum.
"Sepanjang sesuai dengan aturan hukum dan tata cara serta prosedur dalam melakukan tindakan hukum tersebut, tidak masalah," katanya.
Menurut dia, tindakan hukum itu perlu lebih disesuaikan dengan tata cara maupun prosedur yang baik. Misalnya dengan terlebih dulu ada koordinasi dengan pimpinan Dewan, apalagi saat ini sedang ada reses.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR Gayus Lumbuun menegaskan, Ketua DPR Agung Laksono tidak bermaksud menghalangi proses penggeledahan ruang kerja sejumlah anggota DPR oleh KPK.
"Sikap Ketua DPR itu merupakan upaya untuk menjaga hak-hak politik anggota DPR yang sedang reses," kata Gayus kepada Suara Karya di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Gayus yang juga anggota Komisi III DPR mengakui bahwa KPK secara normatif boleh mengesampingkan undang-undang (UU) lain--seperti melakukan penggeledahan ruang kerja anggota DPR berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Tetapi, untuk mencapai tujuan manfaat hukum, KPK harus memperhatikan dan membangun etika proses hukum (ethic legal process) seperti berkoordinasi dengan pimpinan DPR agar citra DPR di dalam negeri maupun internasional tetap terjaga dengan baik," kata Gayus.
Pasal 46 UU Nomor 30 Tahun 2002 menyatakan bahwa meski KPK memiliki kewenangan untuk mengesampingkan berbagai UU, pemeriksaan terhadap tersangka--termasuk penggeledahan, dilakukan dengan tidak mengurangi hak-hak tersangka, termasuk hak politik.
Terkait hal itu, selagi Komisi III DPR melakukan kajian hukum terkait masalah penggeledahan ruang kerja anggota DPR, Gayus menawarkan BK DPR siap menjembatani kesalahpahaman antara DPR dan KPK apabila dikehendaki kedua pihak.
"Persoalannya, sekarang kan petugas KPK terkesan mengabaikan etic legal process atau etika proses hukum universal. Dia (KPK) hanya dengan sangat ritualis menjalankan aturan teknis yang dimilikinya untuk melakukan penggeledahan di mana-mana," katanya. Terkait dengan wacana pembubaran KPK karena dinilai telah menjadi lembaga yang super body, menurut Gayus Lumbuun, ide itu sama sekali tidak rasional. "Pembubaran KPK tidak logis. Tidak seperti itu. Ini namanya membakar lumbung padi hanya untuk menangkap tikus," katanya.
Gayus menilai, sesuatu hal tidak mungkin untuk membubarkan lembaga yang tengah menjalankan perannya. "Saat ini peran pemberantasan korupsi tengah dibutuhkan. Loh kok malah dibubarkan," ujar politisi PDIP ini.
Di lain pihak, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Aulia Rahman mengaku tidak keberatan terhadap tindakan KPK tersebut, namun harus ada komunikasi antara KPK dan DPR. Sebab, DPR sebagai lembaga tinggi negara juga memiliki hak untuk dihormati dan dihargai.
Menurut Aulia, KPK juga harus memperhatikan dan membangun etika hukum dengan berkoordinasi terlebih dulu dengan pimpinan DPR.
"Yang ingin memberantas korupsi itu bukan hanya KPK, DPR juga ingin memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi. Jadi, tindakan Pak Agung itu sudah benar. KPK jangan pakai kacamata kuda. Mereka harus menghormati DPR," katanya lagi.
Karena itu, Aulia meminta pemerintah segera mengevaluasi kembali peran dan keberadaan KPK. Sebab, tutur dia, kalau cara kerja KPK seperti sekarang ini, semua sektor pekerjaan akan terganggu dan bisa jadi akan banyak pejabat negara yang ditangkap KPK.
Berbeda dengan Aulia Rahman, Wakil Ketua Fraksi PDIP DPR Panda Naba-ban mengatakan, tidak perlu ada evaluasi terhadap KPK. Karena, KPK merupakan lembaga ad hoc yang dibentuk pemerintah untuk menggantikan peran Kejaksaan Agung dan kepolisian yang dianggap mandul dalam menangani kasus-kasus korupsi.
Sedangkan anggota Fraksi Partai Golkar lainnya yang juga Hakim Konstitusi terpilih, Mohammad Akil Mochtar, dengan tegas menyatakan mendukung langkah KPK sebagai upaya serius dalam pemberantasan korupsi, termasuk tindakan penggeledahan ruang kerja anggota DPR yang merupakan bagian dari proses penyidikan yang tidak bisa dihalangi oleh siapa pun, kecuali oleh UU.
Di sisi lain, lanjut dia lagi, penggeledahan itu sekaligus menjadi penting untuk menjawab stigma dari masyarakat bahwa lembaga DPR menempati posisi tertinggi dari indeks persepsi korupsi.
Sementara itu, Wakil Presiden HM Jusuf Kalla mengatakan, anggota DPR tidak kebal terhadap pemeriksaan KPK jika terindikasi melakukan tindak pidana korupsi, namun harus dilakukan sesuai prosedur berlaku.
"Asalkan semua prosedur telah dilakukan secara benar, penggeledahan, silakan saja, tidak masalah," katanya. (Rully/Jimmy Radjah/Kartoyo DS/Yudhiarma/Nefan Kristiono)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id