JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan ketetapan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sidang Pengucapan Ketetapan Nomor 1/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh seorang Advokat bernama Abdul Hakim ini dilaksanakan pada Selasa (13/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
Ketua MK Suhartoyo dalam persidangan menyebutkan telah menerima permohonan bertanggal 4 Desember 2023 yang diajukan oleh Abdul Hakim yang berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 27 November 2023 memberikan kuasa kepada Deddy Rizaldy Arwin Gommo, dkk. Permohonan ini diterima di Kepaniteraan MK pada 4 Desember 2023 berdasarkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Nomor 168/PUU/PAN.MK/AP3/12/2023 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dengan Nomor 1/PUU-XXII/2024 pada 3 Januari 2024.
Lebih lanjut Suhartoyo mengatakan, sesuai dengan Pasal 34 UU MK, Mahkamah telah melaksanakan Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan terhadap permohonan tersebut pada 17 Januari 2024 dan sesuai dengan Pasal 39 UU MK serta Pasal 41 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam perkara Pengujian Undang-Undang, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Kemudian pada 30 Januari 2024, Mahkamah telah menyelenggarakan persidangan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan tersebut.
Namun, pada 31 Januari 2024, MK menerima surat elektronik (e-mail) dari Pemohon bertanggal 31 Januari 2024 perihal Pencabutan perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 dengan alasan terdapatnya kesalahan substansial dalam petitum permohonan yang diajukan. Selanjutnya pada Jumat, 2 Februari 2024, Mahkamah telah menyelenggarakan persidangan dengan agenda Konfirmasi Penarikan Permohonan Pemohon. Pada persidangan tersebut, Pemohon membenarkan perihal pencabutan perkara tersebut.
Kemudian, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 5 Januari 2024 telah berkesimpulan bahwa pencabutan atau penarikan kembali permohonan Nomor 1/PUU-XXII/2024 adalah beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan tersebut. RPH juga memerintahkan Panitera MK untuk mencatat perihal penarikan kembali permohonan Pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon.
“Menetapkan, mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon; menyatakan permohonan Nomor 1/PUU-XXII/2024 mengenai mengenai Permohonan Pengujian Pasal 340 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali; menyatakan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” kata Ketua MK SUhartoyo membacakan Ketetapan Nomor 1/PUU-XXII/2024 dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya.
Baca juga:
Advokat Minta Unsur Motif Menjadi Pertimbangan Hukuman
Advokat Perbaiki Uji Unsur Motif dalam KUHP
Sebagai tambahan informasi, seorang Advokat bernama Abdul Hakim, menguji Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Abdul Hakim (Pemohon) mengujikan unsur ”Motif” dalam Pasal 340 KUHP yang menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 1/PUU-XXII/2024 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (17/1/2024) Pemohon yang diwakili kuasanya, Nathan Christy Noah menjelaskan bahwa sebagai seorang advokat Pemohon sering kali memberi bantuan hukum dalam perkara tindak pidana pembunuhan maupun pembunuhan berencana. “Dalam proses bantuan hukum tersebut, Pemohon merasa tidak adanya pemaknaan yang jelas, lengkap, dan komprehensif terhadap penentuan ‘motif’ dalam tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana tercantum dalam Pasal 340 KUHP,” ujar Nathan.
Padahal menurut Pemohon, motif merupakan aspek penting dalam mempertimbangkan putusan di pengadilan. Artinya, semakin berat motifnya, semakin tinggi tingkat kesalahannya sehingga hukuman yang dijatuhkan semakin berat. Berlaku juga sebaliknya, semakin ringan motifnya semakin rendah kesalahannya, maka semakin ringan hukuman yang akan dijatuhkan. Pemohon menambahkan bahwa menjadi suatu ketidakadilan apabila pembunuhan berencana yang dilakukan dengan motif pembelaan diri dan pembunuhan berencana dengan motif balas dendam dijatuhi dengan hukuman sama karena memenuhi unsur delik yang sama tanpa dipertimbangkan lebih dahulu motif delik sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutuskan.
Pemohon dalam petitumnya meminta MK agar menyatakan Pasal 340 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan memiliki maksud, dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha Marsaulina.