JAKARTA, HUMAS MKRI – Pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mengatakan, dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme serta penyalahgunaan kekuasaan. Kegiatan ini digelar pada Selasa (6/2/2024) di Gedung 1 MK.
Inspektur Mahkamah Konstitusi (MK) Kurniasih Panti Rahayu menyampaikan laporan kegiatan sosialisasi dan sharing session tersebut. Ia menyebut kegiatan ini merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas pegawai dalam hal profesionalisme integritas kapabilitas dan akuntanbilitas.
“Laporan LKHPN ini menjadikan bagian penting dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi apalagi dalam waktu dekat ini kita sudah akan mengikuti atau menyelenggarakan kegiatan penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) baik Pemilihan Legistatif maupun Pemilihan Presiden dan di tahun 2025 nanti kita juga akan melakukan perkara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada),” ujar Ayu sapaan akrab Inspektur MK Kurniasih Panti Rahayu.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh pejabat struktural dan pejabat fungsional serta Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK secara luring maupun daring. Selain itu, hadir pula Kepala Satuan Tugas Pendaftaran Direktorat PP LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) David Tarihoran beserta Analis Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Denny Setiyanto sebagai narasumber.
“Diperoleh dari penghasilan yang sah atau tidak, itu saja jadi garis besarnya. Apakah harta tersebut diperoleh dari penghasilan yang sah normalnya LHKPN ini seperti financial statement atau income statement kalau di Perusahaan, kalau perusahaan tersebut menghasilkan laba maka asetnya akan bertambah akan grow begitu juga kalau kita punya penghasilan kita kan berharap supaya kita jangan besar pasak daripada tiang,” sebut David Tarihoran dalam penyampaian paparannya dengan judul “Bimbingan Teknis Penyampaian LHKPN di MK”.
Perlu diketahui pemerintah telah mewajibkan kepada seluruh penyelenggara negara termasuk di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK untuk melaporkan harta kekayaan yang dimilikinya kepada KPK sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Berdasarkan latar belakang tersebut, Ayu berharap seluruh pegawai di lingkungan Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK menambah wawasan, pemahaman serta kesadaran tentang pentingnya pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara sebagai salah satu upaya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.
“Diharapkan kepada seluruh pegawai untuk tetap menjaga nilai integritas dan kejujurannya memastikan setiap harta yang diterima adalah yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya.
Selanjutnya, Kepala Satuan Tugas Pendaftaran Direktorat PP LHKPN KPK menyebutkan LHKPN didefinisikan sebagai daftar harta kekayaan penyelenggara negara yang dituangkan dalam formulir LHKPN yang ditetapkan oleh KPK. LHKPN tidak hanya mencakup harta seorang penyelenggara negara, namun juga keluarga inti, seperti pasangan dan anak yang masih menjadi tanggungan. Hal tersebut berdasarkan Pasal 2 UU No. 28 tahun 1999, penyelenggara negara yang wajib lapor LHKPN adalah Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara, Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara, Menteri, Gubernur, Hakim.
Dikatakan Isnaini, LHKPN memiliki regulasi sehingga penyelenggara negara wajib melaporkan LHKPN mereka. Pertama adalah Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Regulasi lainnya adalah Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Peraturan KPK Nomor 07 Tahun 2016 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2020. Atas dasar hukum-dasar hukum tersebut, tujuan pelaporan harta kekayaan dalam pencegahan korupsi yakni menjaga Integritas para Penyelenggara Negara, Menanamkan sifat kejujuran, keterbukaan, dan tanggung jawab, menghindari potensi konflik kepentingan, dan menjadi media kontrol masyarakat. (*)
Penulis: Fauzan F.
Editor: Lulu Anjarsari.