Mirza Ghulan Akhmad Imam bukan Nabi
Banyumas, CyberNews: Gerakan Ahmadiyah Indonesia (GAI) Cabang Banyumas menyerukan kepada seluruh anggota maupun simpatisan, untuk tidak takut dalam menjalankan ibadah serta melakukan syiar Islam.
GAI juga meminta masyarakat membedakan antara GAI dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), karena meskipun sama-sama Ahmadiyah keduanya memiliki prinsip yang berbeda.
"Kalau kami memang tak ada bedanya dengan umat Islam yang lainnya. Kami sangat berbeda JAI, visi dan misi kami sangat bertentangan," kata Rakoen Akhmadi Gusa Sasama, anggota Majelis Amanah GAI Cabang Banyumas, Sabtu (26/4) dalam konferensi pers.
Oleh sebab itu, GAI mengimbau agar anggota tetap tenang dalam menjalankan syiar Islam, mengajak siapapun ke jalan Allah yaitu jalan yang benar dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan.
"Saat ini kami memiliki anggota sekitar 500 orang dengan simpatisan puluhan ribu orang. Kami tak merekrut anggota karena kami bukan partai tapi ingin menyiarkan Islam dengan salam dan damai," kata Rakoen.
Kepengurusan GAI Cabang Banyumas saat ini diketuai oleh Dr H Akhmad Santoso dengan majelis amanah Rakoen Akhmadi Gusa Sasama Bc Hk dan Drs M Sardiman. Mereka juga memiliki mushala khusus yang terletak di Jalan Pejagalan Purwokerto Kidul.
"Namun mushala kami bangun bukan hanya untuk golongan kami, melainkan untuk seluruh golongan karena selama ini kami tetap baik-baik saja dengan organisasi lain seperti NU atau Muhammadiyah," terang Rakoen.
Lebih jauh Rakoen mengatakan, selama ini masyarakat belum banyak yang memahami antara kedua organisasi Ahamdiyah sehingga timbul anggapan bahwa GAI juga sama-sama sesat.
Dijelaskan Rakoen, GAI dengan jelas mengakui bahwa Nabi Suci Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir, sesudah beliau tak akan datang nabi lagi, baik nabi lama ataupun nabi baru.
GAI, kata Rakoen, juga mampu menempatkan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dengan memegang teguh keputusan Konggres GAI pada Mei 1947 di Purwokerto.
Dalam konggres tersebut GAI menyatakan siap menerima dan memperjuangkan Pancasila dalam rangka mengisi kemerdekaan RI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. "Informasi pengakuan nabi setelah nabi Muhammad SAW bukanlah tanggung jawab GAI. Itu dilakukan oleh JAI yang disebut oleh kebanyakan orang adalah Akhmadiyah Qadiyan," terangnya.
Disinggung mengenai kesamaan acuan antara GAI dan JAI dalam mempelajari Islam kepada satu tokoh yakni Mirza Ghulam Akhmad, Rakoen menjawab bahwa yang selama ini menimbulkan polemik adalah soal diakuinya tokoh mereka sebagai nabi oleh JAI.
"Mirza Ghulam Ahmad itu hanya tokoh kami saja, beliau memang bukan nabi. Kami tahu ada imam-imam yang dianut dalam haluan-haluan yang ada dalam Islam dan Mirza Ghulan Akhmad kami anggap adalah imam bukan nabi kami," katanya. (myRmNews /smcn)
Sumber www.suaramerdeka.com
Foto www.google.co.id