PAPUA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mengisi kuliah umum di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Fattahul Muluk Papua, Jayapura, Papua, pada Jumat (19/1/2024). Dalam kesempatan itu, Daniel memberikan materi terkait Hukum Acara Mahkamah Konstitusi.
Daniel menjelaskan, terdapat dua puncak peradilan yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, tidak ada badan peradilan di bawah MK sehingga MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
“Jadi, tidak ada upaya hukum lagi di Mahkamah Konstitusi,” ujar Daniel yang mengaku pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Papua pada 1990 silam.
Daniel melanjutkan, MK juga wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD. Namun, kata Daniel, sampai saat ini ada dua kewenangan MK yang belum pernah dilakukan karena belum ada permohonan, yaitu pembubaran partai politik dan pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden. Kendati demikian, hukum acara untuk dua kewenangan dimaksud sudah diatur, sehingga apabila di kemudian hari terdapat permohonan tersebut, maka MK siap memeriksa dan mengadilinya.
Dalam perkembangannya, Daniel menyampaikan, terdapat tambahan kewenangan MK yaitu menguji peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) serta mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara itu, permohonan perkara di MK diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan disertai alat bukti. Daniel menegaskan, pengajuan permohonan di MK tidak dibebani biaya perkara.
Selain itu, Daniel menerangkan, MK menggunakan istilah “permohonan” bukan gugatan seperti dalam praktik hukum acara perdata. DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang tidak disebut pihak lawan, melainkan pemberi keterangan, bukan lawan dari pemohon. Sebab, lebih bernuansa kepentingan umum dan tidak mengandung sengketa kepentingan yang bersifat contentiosa.
“Pemohon kadang-kadang itu salah, seolah-olah pihak pemerintah dan DPR itu lawannya,” kata Daniel.
Putusan MK pun bersifat erga omnes, meskipun dimohonkan oleh perseorangan/individu, tetapi keberlakuannya putusan mengikat seluruh warga (umum) dan memengaruhi politik hukum di Indonesia. Putusan memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Di sisi lain, Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua Marwan Sileuw mengaku bersyukur atas kehadiran Hakim Konstitusi Daniel P. Yusmic. Marwan berharap, kedatangan seorang Yang Mulia Hakim Konstitusi ke Tanah Papua dapat memotivasi para mahasiswa untuk menjadi bagian dari pakar hukum bahkan hakim konstitusi di masa depan. Hal serupa juga dilontarkan Dekan Fakultas Syariah IAIN Fattahul Muluk Papua Moh. Wahib dalam sambutannya.
“Kita mendapatkan pencerahan sosialisasi termasuk mengkader dari mahasiswa kita ini ya mudah-mudahan mereka ini bisa menjadi calon-calon penerus, bisa jadi salah satu dari hakim konstitusi di masa depan,” tutur Wahib.
Menurut Wahib, terdapat peningkatan minat terhadap jurusan hukum tata negara. Dengan demikian, dia berharap para mahasiswa dapat menjadi ahli hukum tata negara bahkan hakim konstitusi yang baik di kemudian hari.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.