JAKARTA, HUMAS MKRI - Pensiunan ASN Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro atas nama Artiningkun kembali hadir dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Bahasa) ke Mahkamah Konstitusi (MK) secara daring. Sidang kedua dari Perkara Nomor 161/PUU-XXI/2023 dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah ini digelar pada Rabu (17/1/2024).
Dalam perkara ini, Pemohon menguji Pasal 25 ayat (1) UU Bahasa yang mengatur mengenai Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara Indonesia. Pemohon dalam paparannya menyebutkan beberapa hal yang telah disempurnakan dari permohonan, yakni legal standing Pemohon dan alasan permohonan, serta landasan pengujian. “Bahwa dengan berlakunya norma yang diujikan, dengan demikian kegiatan surat keputusan, berharga, dan ijazah dan dokumen resmi lainnya mendeskriditkan negara karena masih menggunakan dan berpedoman pada Ejaan Van Ophuijsen,” ujar Artiningkun.
Baca juga: Ejaan Lama Masih Tercantum, UU Bahasa Diuji
Pada Sidang Pendahuluan pada Selasa (19/12/2023) lalu, Pemohon menyebutkan pasal yang diujikan tersebut telah mendeskreditkan atau melemahkan kewibawaan bangsa Indonesia—dalam hal pemaknaan bahasa Indonesia. Sebab dalam pandangan Pemohon, bahasa Indonesia yang dimaksudkan pada pasal tersebut masih berpedoman pada Ejaan Van Ophuijsen yang digunakan oleh warga negara Belanda atau disebut juga bahasa Melayu. Sehingga norma tersebut menjadi undang-undang jadi-jadian yang bertentangan dengan UUD 1945. Karenanya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan norma tersebut bertentangan dengan UUD 1945. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina