INILAH.COM, Jakarta â Serangkaian gebrakan positif telah ditunjukkan KPK. Tapi, di balik itu, cemoohan mulai pula bermunculan. Bahkan, anggota Komisi III DPR-RI Ahmad Fauzie dari Fraksi Partai Demokrat menggugat eksistensi lembaga pemberantas korupsi itu.
Gugatan itu bertendensi pada pembubaran KPK. Alasannya, lembaga pimpinan Antasari Azhar tidak berfungsi maksimal sebagai penunjang perangkat hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan.
"Laporan ke Komisi III DPR, pada 2006 ada 6.000 kasus lebih ke KPK. Yang diproses hanya tujuh. Belum lagi soal dana negara yang dikorupsi. KPK dianggarkan mampu mengembalikan ratusan miliar rupiah, tapi dapatnya cuma Rp 17 miliar. Bagaimana ini?" kata Fauzie.
Spontan, pernyataan Fauzie menyulut pertentangan. Para petinggi Partai Demokrat termasuk yang membantah pernyataan itu sebagai pernyataan partai. Sebaliknya, pernyataan itu dianggap pendapat pribadi.
Pernyataan Fauzie yang juga anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR memang kontroversial dan sensitif. Juga dilontarkan tidak pada situasi yang tepat, terutama jika dikaitkan dengan perdebatan upaya KPK menggeledah ruang kerja para politisi Senayan. Penggeledahan itu dilakukan di ruang kerja Al Amin Nur Nasution, anggota Komisi IV DPR-RI, Senin (28/4) ini.
Eksistensi KPK termuat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Memang, KPK hadir di saat kondisi aparat penegak hukum tidak berjalan maksimal. Menurut pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin, dalam sejarah kekuasaan, komisi itu diciptakan dengan ide sementara (ad hoc).
"Tapi, dalam perjalanannya, bisa saja menjadi permanen karena rakyat makin membutuhkannya," kata Irman kepada INILAH.COM, Minggu (27/4).
Irman, alumnus Univeristas Hasanudin Makassar, mencontohkan apa yang terjadi di Hong Kong pada 1970. Ketika itu, polisi/jaksa/hakim korup, lalu muncullah komisi independen pemberantasan korupsi (ICAC).
"ICAC terbilang sukses. Hingga kini, komisi itu masih ada dan masuk ke konstitusi negara. Dengan demikian, lembaga itu akan menegasikan lembaga yang lain," ungkap Irman.
Terkait desakan pembubaran KPK dengan alasan lembaga itu bersifat sementara, Irman menegaskan bahwa ide keberadaan KPK memang dengan bahasa status quo untuk sementara. "Tapi, dalam sejarah ketatanegaraan, sebuah lembaga yang dianggap berhasil akan dijadikan permanen. Karenanya, KPK harus berhasil. Jika tidak, ya bubar saja," tandasnya.
Di pihak lain, DPD mengusulkan amandemen UUD 1945, yakni komisi-komisi negara diusulkan masuk dalam konstitusi. Landasan usulan itu, menurut Ketua Kelompok DPD di MPR Bambang Soeroso, mengukuhkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. "Komisi-komisi di bawah negara juga kami usulkan masuk di UUD 1945," ujarnya.
Sekjen Transperancy International Indonesia (TII) Rizal Malik sepakat dengan usulan memasukkan KPK dalam konstitusi UUD 1945. "Saya setuju KPK masuk di konstitusi," tukasnya kepada INILAH.COM, Minggu (27/4) di Gorontalo.
Memang, kemunculan KPK tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum dan aparat hukum. Sistem peradilan dan perilaku aparat hukum yang tidak maksimal setidaknya jadi latar belakang kemunculan KPK.
Tapi, bagi Fauzie, "Sekarang aparat kejaksaan dan kepolisian sudah membaik. Fungsi itu harus dikembalikan karena KPK kan dibentuk saat kejaksaan dan kepolisian lemah. Kalau sudah kuat seperti sekarang, ya kembalikan saja," katanya.
Tampaknya, pernyataan Fauzie tidak mendasar. Setidaknya bertolak belakang dengan temuan TII yang mengindikasikan masih lemahnya kinerja kepolisian dan kejaksaan. Dalam survei TII 2007 institusi kepolisian malah menduduki peringkat teratas daftar lembaga publik terkorup.
Dalam laporan Global Corruption Barometer (GCB) 2007 juga disebutkan, polisi menduduki urutan pertama daftar lembaga terkorup dengan poin 4,2. Urutan berikut ditempati lembaga peradilan 4,1, parlemen 4,1, dan parpol 4,0. "Kondisi saat ini belujmm normal. Desakan pembubaran KPK itu kemungkinan dilandasi kepentingan tertentu," papar Rizal.
Rizal tidak menolak anggapan KPK dapat dibubarkan. Tapi, dengan catatan, lembaga penegak hukum, sistem peradilan, parlemen, dan parpol sudah bersih. "Harus diingat, korupsi adalah extra ordinary crime yang tidak mungkin bisa diberantas dalam waktu 2-3 tahun," tegasnya.
Usulan pembubaran KPK dalam konteks ketatanegaraan tidak memang jadi soal. Tapi, dalam konteks penegakan hukum, usulan itu tidak tepat disuarakan. Usulan amandemen UUD 1945 oleh DPD untuk memasukkan komisi negara dalam konstitusi justru lebih layak didukung. [R FERDIAN ANDI R]
Sumber www.inilah.com
Foto www.google.com