JAKARTA, HUMAS MKRI – Seorang advokat bernama Marion mengatakan, ketentuan persyaratan batas usia minimal 40 tahun menjadi calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam sidang panel perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Rabu (13/12/2023) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Marion yang menjadi Pemohon Perkara Nomor 147/PUU-XXI/2023 meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ialah sah menurut kewenangan Mahkamah. Akan tetapi, dia meminta MK menyatakan ketentuan batas usia minimal 40 tahun dalam pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi adalah sah menurut kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terutama atas frasa ‘atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk kepala daerah’ atas Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 akan tetapi menyatakan batas usia minimal 40 tahun dalam Pasal 169 huruf q orisinal tidak mempunyai kekuatah hukum yang mengikat dan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,” ucap Marion membacakan petitumnya.
Sidang panel dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan tersebut dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan anggota Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Saldi Isra mengatakan, perkara ini akan dilaporkan dalam Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH) bersama sembilan hakim konstitusi untuk menentukan nasib permohonan Marion.
”Apakah akan diputus setelah dilakukan pleno atau diputus tanpa pleno, nah itu bukan kami yang berwenang. Tugas kami hanya melaporkan saja, ini ada permohonan sudah diperbaiki, begini-begini, nanti sembilan hakim konstitusi yang memutuskan,” kata Saldi.
Baca juga
Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 Mengatur Usia Capres Cawapres 30 Tahun
Sebagai tambahan informasi, MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi (MK) pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Rabu (29/11/2023). Permohonan tersebut terdaftar dalam Perkara Nomor 147/PUU-XXI/2023 yang diajukan seorang advokat bernama Marion.
Marion (Pemohon) mengatakan, Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, konstitusi tidak menyebutkan usia tertentu sebagai persyaratan menjadi calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres).
“Bahwa keberadaan atau eksistensi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah cacat secara yuridis konstitusional pada saat pembentukan atau perumusannya,” ujar Marion dalam persidangan.
Namun, kata dia, semestinya batas usia minimal menjadi capres/cawapres ialah 30 tahun, bukan 40 tahun. Rumusan normatif legal formal usia 30 tahun tersebut ialah secara yuridis konstitusional pernah diatur dan dituangkan dalam dua konstitusi.
Dua konstitusi dimaksud yaitu Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 Pasal 69 Ayat (3), dan Periode Konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 Pasal 45 Ayat (5). Meskipun keduanya dinyatakan tidak diberlakukan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno tentang Kembali Kepada UUD 1945 pada 5 Juli 1959.
Marion berpendapat, syarat usia minimal 40 tahun untuk menjadi capres/cawapres dapat menimbulkan kerugian konstitusional karena setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Kemudian apabila akan dilakukan koreksi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, maka secara yuridis konstitusional harus pula dikoreksi oleh MK sendiri tanpa diintervensi oleh orang atau pihak lain yang tidak berwenang.
Oleh karena itu, dalam petitum, Marion meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu adalah tidak jelas dasar hukum dasar tertulis saat pembentukannya yang mana menabrak landasan yuridis konstitusional sebagaimana mestinya. Kemudian menyatakan Pasal 169 huruf q tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, serta menyatakan pula amar Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023 adalah bersifat yuridis konstitusional dan mempunyai kekuatan hukum yang final dan mengikat.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.