JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan terhadap uji formiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja) terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan uji Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Prodak Halal pada Senin (4/12/2023). Sidang lanjutan Perkara Nomor 49/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 58/PUU-XXI/2023 dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo bersama delapan hakim konstitusi lainnya.
Semula, agenda sidang ini, yakni mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah. Namun, menurut laporan dan catatan Kepaniteraan MK, Pemerintah belum siap dengan keterangannya.
“Itulah kondisi yang sebenarnya kemudian MK juga kebetulan untuk akhir tahun ini sudah sangat padat agenda sidangnya. Kebetulan agenda sidang sudah sangat padat sampai akhir tahun masa sidang kami terakhir. Nah untuk dijadwalkan kembali untuk perkara ini diawal tahun. Paling kami sesuaikan diawal tahun dan waktunya akan kami sesuaikan dulu,”Suhartoyo.
Mendengar hal tersebut, Pemerintah menyampaikan pihaknya membutuhkan waktu untuk finalisasi keterangan presiden dan meminta penundaan 14 hari.
Baca juga:
Uji Konstitusionalitas Dua Lembaga Sertifikasi Halal
Upaya Hukum terhadap Fatwa Produk Halal
Sebelumnya, Rega Felix pemohon perkara 58/PUU-XXI/2023 mengujikan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Pasal 48 angka 19 dan 20 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang memuat perubahan atas norma Pasal 33 ayat (5) dan Pasal 33A ayat (1) UU JPH.
Rega Felix menceritakan pelaksanaan sistem jaminan produk halal yang bersifat wajib atau mandatory memiliki potensi adanya sengketa hukum seperti sengketa terhadap sengketa terhadap penentuan nama produk halal yang halal atau tidak halal. UU JPH dan Cipta Kerja yang membentuk berbagai macam lembaga fatwa termasuk adanya MUI dan Komite Produk Halal meningkatkan potensi sengketa menjadi lebih tinggi.
Sementara Nomor Perkara 49/PUU-XXI/2023 ini diujikan oleh Indonesia Halal Watch yang dalam hal ini diwakili oleh Joni Arman Hamid selaku Ketua dan Raihani Keumala selaku Sekretaris. Pemohon menyampaikan adanya perubahan norma dan penambahan norma sehingga pasal-pasal ini sangat merugikan pemohon khususnya Indonesia Halal Watch. Dalam alasan permohonannya, pemohon menyebutkan, dengan pasal-pasal yang merupakan perubahan norma dan juga penambahan norma maka pemohon melihat bahwa telah ada pergeseran yang semula Indonesia itu menganut paradigma simbiotik maka telah terjadi menjadi paradigma integralistik sehingga karena itu pasal-pasal yang sebagaimana disebutkan di dalam permohonan itu adalah telah bertentangan dengan Pasal-Pasal 28D, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2). (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina