JAKARTA, HUMAS MKRI – MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan atas permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai Mahkamah Konstitusi (MK) pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Rabu (29/11/2023). Permohonan tersebut terdaftar dalam Perkara Nomor 147/PUU-XXI/2023 yang diajukan seorang advokat bernama Marion.
Marion (Pemohon) mengatakan, Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sebab, konstitusi tidak menyebutkan usia tertentu sebagai persyaratan menjadi calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres).
“Bahwa keberadaan atau eksistensi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah cacat secara yuridis konstitusional pada saat pembentukan atau perumusannya,” ujar Marion dalam persidangan.
Namun, kata dia, semestinya batas usia minimal menjadi capres/cawapres ialah 30 tahun, bukan 40 tahun. Rumusan normatif legal formal usia 30 tahun tersebut ialah secara yuridis konstitusional pernah diatur dan dituangkan dalam dua konstitusi.
Dua konstitusi dimaksud yaitu Periode Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 Pasal 69 Ayat (3), dan Periode Konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 Pasal 45 Ayat (5). Meskipun keduanya dinyatakan tidak diberlakukan dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno tentang Kembali Kepada UUD 1945 pada 5 Juli 1959.
Menurut Marion, terdapat alasan hukum yang kuat dan bersumber hukum yang dapat dipertanggungjawabkan guna membatalkan demi hukum angka 40 tahun sebagai batas usia minimal menjadi capres maupun cawapres. Kemudian digantikan dengan angka 30 tahun sebagai batas usia minimal atau paling rendah menjadi capres dan cawapres.
Marion berpendapat, syarat usia minimal 40 tahun untuk menjadi capres/cawapres dapat menimbulkan kerugian konstitusional karena setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Kemudian apabila akan dilakukan koreksi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, maka secara yuridis konstitusional harus pula dikoreksi oleh MK sendiri tanpa diintervensi oleh orang atau pihak lain yang tidak berwenang.
Oleh karena itu, dalam petitum,
Marion meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu adalah tidak jelas dasar hukum dasar tertulis saat pembentukannya yang mana menabrak Landasan Yuridis Konstitusional sebagaimana-mestinya. Kemudian menyatakan Pasal 169 huruf q tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, serta menyatakan pula amar Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023 adalah bersifat yuridis konstitusional dan mempunyai kekuatan hukum yang final dan mengikat.
Kerugian Konstitusional
Sidang panel perkara tersebut dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan dua anggota, yaitu Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengaku kesulitan memahami permohonan Pemohon. Menurut dia, Pemohon dapat menyederhanakan permohonannya dan tidak berbelit-belit ketika Pemohon ingin ketentuan batas usia minimal capres dan cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 30 tahun.
“Bisa lebih disederhanakan permohonan ini supaya yang Anda maksud to the point saja, tidak berbelit-belit begitu. Landasannya adalah memperhatikan perjalanan sejarah pernah diatur 30 tahun dalam konstitusi, begitu kan? Itu disederhanakan saja permohonannya,” tutur Arief.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra mempertanyakan kerugian konstitusional Pemohon yang telah berusia 63 tahun, di mana Pemohon tidak terikat dengan ketentuan syarat minimal menjadi capres maupun cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana telah dimaknai MK pada Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Menurut Saldi, Pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional karena dapat mengajukan diri sebagai capres atau cawapres mengingat usianya sudah lebih dari 40 tahun.
“Kira-kira apa itu kerugian Bapak, tolong dijelaskan ke kita,” kata Saldi.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q UU Pemilu dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Mahkamah memaknai ketentuan tersebut dengan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Putusan dibacakan pada Senin (16/10/2023) lalu.
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.