JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak dapat menerima permohonan pengujian Pasal 8 angka 1, Pasal 1 angka 1, Pasal 8 angka 2, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), pada Rabu (29/11/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan perkara Nomor 95/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Inri Januar yang merupakan seorang dosen Fakultas Hukum.
“Menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya, dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 95/PUU-XXI/2023
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan kedudukan hukum Pemohon sebagai dosen yang tidak dapat menjelaskan secara teoritis desain OJK, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum yang akan berdampak kepada mahasiswa yang diajar oleh Pemohon, menurut Mahkamah tidaklah menggambarkan kerugian hak konstitusional secara faktual atau potensial merugikan Pemohon yang disebabkan oleh berlakunya norma yang diuji. Sebab, keberlakuan norma yang diuji sama sekali tidak menghalangi Pemohon untuk menjalankan profesinya sebagai dosen. Sehingga, seandainya pun memang norma yang diuji benar sebagaimana didalilkan Pemohon, hal demikian bukanlah kerugian konstitusional Pemohon yang berprofesi sebagai dosen. Justru dengan berprofesi sebagai dosen, Pemohon dapat menjelaskan perkembangan OJK saat ini menjadi diskursus atau wacana bagi mahasiswa yang diajarnya.
“Mengenal kualifikasi Pemohon sebagai nasabah, sama dengan kualifikasi Pemohon sebagai dosen tidaklah menggambarkan adanya kerugian hak konstitusional yang disebabkan oleh berlakunya norma yang diuji. Sebab, keberlakuan norma yang diuji tidak menghalangi Pemohon untuk mendapatkan hak- hak konstitusionalnya sebagai nasabah. Dalam hai sebagai nasabah, baik sebagai nasabah kreditur maupun nasabah debitur, telah terdapat perlindungan dan kepastian hukum dalam berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya undang-undang tentang perlindungan konsumen dan undang-undang tentang lembaga penjaminan simpanan serta undang-undang tentang perbankan itu sendiri,” kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh saat membacakan pertimbangan hukum MK.
Sementara itu, Daniel, oleh karena pengawasan mikroprudensial OJK berfokus pada kinerja individu lembaga jasa keuangan meliputi perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non-bank, maka dalam batas penalaran yang wajar, menurut Mahkamah, ketidakpastian landasan hukum OJK yang dijelaskan Pemohon hanya mungkin dapat dinilai telah menimbulkan anggapan kerugian konstitusional bagi lembaga jasa keuangan sebagai objek pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan yang merupakan fungsi, wewenang, dan tugas OJK.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, menurut Mahkamah, berlakunya Pasal 1 angka 1 dalam Pasal 8 angka 1 dan Pasal 2 ayat (1) dalam Pasal 8 angka 2 UU P2SK tidak merugikan hak konstitusional Pemohon. Dengan demikian, Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo. Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan.
Baca juga:
Eksistensi Kewenangan OJK Dipertanyakan
Pemohon Uji Eksistensi OJK Perbaiki Kedudukan Hukum
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 95/PUU-XXI/2023 Inri Januar yang merupakan seorang dosen Fakultas Hukum. Dalam permohonannya itu, Inri menguji Pasal 8 angka 1, Pasal 1 angka 1, Pasal 8 angka 2, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan di MK pada Kamis (7/9/2023), Oktoriusman Halawa selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan Pasal 8 angka 2 Pasal 2 UU P2SK bertentangan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 25/PUU-XII/2014. Oktoriusman menjelaskan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diperoleh dari adanya peralihan sebagian dari kewenangan Bank Indonesia (BI) ke OJK. Peralihan ini diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UU BI yang menyatakan “Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang”.
Oktoriusman menegaskan, dengan dihapusnya dasar hukum kewenangan OJK pada UU BI, maka bilamana OJK terus melaksanakan kewenangannya, hal tersebut bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Selain itu, bilamana OJK juga terus melaksanakan kewenangannya, maka hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, dalam Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 8 angka 1, Pasal 1 angka 1, Pasal 8 angka 2, Pasal 2 ayat (1) UU P2SK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.