JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (21/11/2023). Kunjungan yang diikuti sebanyak 200 mahasiswa tersebut, diterima langsung oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi Titis Anindyajati di Aula Gedung 2 Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam materi yang bertajuk “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan”, Titis menyampaikan bahwa Mahkamah Konstitusi berbeda dengan Mahkamah Agung. “Kalau Mahkamah Agung itu myang digugat atau diuji terkait dengan peraturan peraturan, terkait dengan perundang-undangan. Kalau MK menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Kedudukan MK sebagai lembaga peradilan di Indonesia juga memiliki kedudukan yang sama dengan lembaga-lembaga negara lain, yang dimana saat ini sudah tidak ada lagi kedudukan lembaga tinggi negara,” ungkap Titis.
Selanjutnya, Titis juga menyampaikan terkait kewenangan MK dan bagaimana MK menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat konstitusi. Kewenangan MK yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, MK wajib memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
“Selain itu, MK juga memiliki kewenangan tambahan, yakni menguji peraturan pemerintah pengganti undang-undang, serta mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah,” imbuhnya.
Titis juga menjelaskan terkait profil hakim konstitusi yang ada di Mahkamah Konstitusi. Ia menyebut hakim konstitusi berasal dari tiga cabang kekuasaan, yakni masing-masing tiga hakim merupakan pilihan dari Eksekutif (Presiden), Yudikatif (Mahkamah Agung), dan Legislatif (DPR). Serta persyaratan sebagai hakim, dimana menurut UU MK hakim konstitusi harus adil tidak diskriminatif dan tidak memihak.
“Hal ini yang dimaksud adil, tidak diskriminatif, dan tidak memihak adalah lepas dari Lembaga yang memilihnya, antara lain harus negarawan. Tidak memikirkan atau mementingkan Lembaga yang memilihnya,” ungkapnya.
Dalam lingkup internasional, ungkap Titis, MK setelah resmi menjadi presiden Association of Asian Constitutional Courts (AACC). MK juga menjadi anggota World Conference on Constitusional Justice (WCCJ). Pada 2017, MKRI terpilih sebagai salah satunya perwakilan dalm WCCJ, dan pada 2022 kemarin, MKRI menjadi tuan rumah WCCJ di Bali. Sedangkan pada 2023, MK menjadi tuan rumah International Chief Justice Forum.
Lebih lanjut, sebelum mengakhiri paparannya, Asisten Ahli Hakim Konstitusi Ahli Muda tersebut mengatakan bahwa MK merupakan lembaga peradilan modern dengan sistem kerja berbasis ICT. Semua pegawai melakukan pekerjaan lebih banyak melalui elektronik mulai persuratan hingga tanda tangan elektronik. Dan MK juga memiliki video conference di setiap universitas tiap-tiap provinsi.
“Hal ini digunakan agar persidangan bisa dilakukan dengan jarak jauh dan hemat biaya. Dimana apabila ada persidangan dari papua atau daerah yang jauh , tidak perlu menghadirkan saksi atau ahli untuk dihadirkan ke MK,” tutupnya. (*)
Penulis: B. Panji Erawan
Editor: Lulu Anjarsari P.