JAKARTA, HUMAS MKRI – Sehubungan dengan adanya kegiatan pembelajaran langsung, sebanyak 89 orang Mahasiswa Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya (FISH Unesa) datangi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (23/10/2023). Kunjungan tersebut diterima hangat oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi (ASLI) Alboin Pasaribu di Pusat Sejarah dan Konstitusi (Puskon) Gedung 1 MK.
Rombongan dari Prodi PPKn FISH Unesa yang berkunjung ke MK yakni Listyaningsih mewakili Koordinator Program Studi (Prodi) PPKn FISH Unesa didampingi 10 dosen juga sejumlah 79 orang mahasiswa. Adapun tujuan kunjungan, yaitu untuk mengetahui praktik hukum di lapangan dan mengkaji lebih dalam peran reformasi hukum dan pembangunan di Mahkamah Konstitusi.
“Kehadiran kami di sini tentunya supaya mahasiswa mempunyai pengalaman langsung dari hal yang sudah dipelajari dan bisa mengunjungi Mahkamah Konstitusi karena terdapat mata kuliah Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan,” Sambut Listyaningsih yang juga menjadi pengajar kelahiran Ngawi tersebut.
Di hadapan para mahasiswa FISH Unesa, Alboin menjelaskan mengenai kewenangan MK dalam struktur ketatanegaraan negara Indonesia. Ia menyatakan MK memiliki wewenang dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Dalam perkembangannya MK membuat terobosan baru, yakni MK juga berwenang menguji Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) karena Perpu memiliki kekuatan mengikat yang sama dengan UU.
“MK menyatakan bahwa karena Perpu itu memiliki kekuatan mengikat yang sama dengan undang-undang. Dalam arti Perpu juga melahirkan norma baru, status hukum yang baru, dan juga hubungan hukum yang baru, maka MK berwenang menguji Perpu terhadap UUD 1945,” sambung Asisten Ahli yang melekat pada Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh tersebut.
MK juga berwenang memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara (SKLN) yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, MK berwenang memutus pembubaran partai politik dan berwenang memutus perselisihan hasil pemilu.
Kemudian, MK memiliki kewenangan tambahan, yakni mengadili perkara-perkara perselihan hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada). Kewenangan mengadili perkara pemilihan kepala daerah tidak diturunkan dari konstitusi.
Dalam menjalankan kewenangan tersebut, MK tentu dibatasi dengan adanya prinsip-prinsip utama atau prinsip hukum untuk menjalankan kewenangannya. Dalam konteks pemeriksaan pengujian undang-undang, setiap norma yang diuji ke MK harus dianggap konstitusional. Kemudian, putusan MK bersifat mengikat bagi seluruh masyarakat. Putusan itu tidak hanya mengikat satu orang saja, tetapi seluruh elemen di Indonesia.
Lanjutnya, Alboin juga menerangkan bahwa setiap orang dapat mengajukan kembali pengujian undang-undang terhadap norma yang pernah diajukan. Menurutnya, hal itu dapat dilakukan sepanjang memiliki posita yang berbeda atau memiliki batu uji yang berbeda.
“Beberapa waktu yang lalu diajukan kembali dengan tujuan re-judicial review oleh pemohon lain dan batu uji yang lain. Jadi putusan MK yang sudah memutus UU Pemilu Nomor 169 oleh sebagian kelompok diajukan kembali. Jadi di MK suatu norma dapat diuji kembali kalau terpenuhi 2 syarat, pertama ada batu uji yang berbeda dan kedua ketika terdapat alasan atau positu berbeda,” kata Alboin.
Usai mendengarkan paparan materi dan berdiskusi, para mahasiswa diajak mengelilingi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon) yang terletak di lantai 5 dan 6 Gedung I MK. Puskon merupakan wahana edukasi yang mendokumentasikan dinamika perjalanan sejarah konstitusi dan Mahkamah Konstitusi yang ditampilkan melalui perpaduan informasi, seni dan teknologi. Melalui Pusat Sejarah Konstitusi, para mahasiswa dapat secara mudah memahami nilai-nilai yang terkandung dalam konstitusi berikut perjalanannya dalam garis sejarah bangsa Indonesia.
Penulis: Fauzan F.
Editor: Lulu Anjarsari P.