TAPANULI, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengupas aspek konstitusional hak atas pendidikan dalam kaitannya dengan penerapan kampus merdeka di Institut Agama Kristen (IAKN), Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara (27/10/2023). Seminar ini bertajuk peranan MK dalam mendukung program Merdeka Belajar - Kampus Merdeka di perguruan tinggi.
Seminar dibuka oleh Wakil Rektor Elisamark Sitopu yang menyambut gembira dengan hadirnya salah satu putra daerah Tarutung untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa tentang perkembangan terbaru ketatanegaraan khususnya berkaitan dengan hak warga negara atas pendidikan dan penerapan kampus merdeka.
Mengawali pemaparannya Manahan menyampaikan bahwa sangat berbangga dapat memberikan di tempat kelahirannya. “Inilah kenang-kenangan terakhir saya sebelum pensiun, memberi kuliah umum di tanah kelahiran saya”, ungkapnya di hadapan civitas akademika IAKN Tarutung.
Sebelum mengupas hal-ihwal implementasi kampus merdeka, Manahan memberikan brainstorming mengenai jejak amendemen konstitusi, lahirnya MK, kewenangan dan peran MK. “Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi (the guardian of constitution), sejak awal pendiriannya, tidak hanya dirancang untuk mengawal dan menjaga konstitusi sebagai hukum tertinggi (supreme law of the land), tetapi juga mengawal Pancasila sebagai ideologi negara (the guardian of ideology)’’, kupas alumnus USU ini.
Selanjutnya Manahan, memaparkan mengenai jaminan atas pendidikan pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) khususnya pada ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. “jadi negara telah menjamin hak setiap warga negara untuk mendapat pendidikan dan tentunya negara juga telah menganggarkan dana pendidikan sesuai amanat UUD 1945”, paparnya. Kemudian Manahan juga menjelaskan apa sebetulnya esensi Merdeka Belajar - Kampus Merdeka yang secara garis besar adalah memberi kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, dan merdeka dari birokratisasi, dosen dibebaskan dari birokrasi yang berbelit serta mahasiswa diberikan kebebasan untuk memilih bidang yang mereka sukai.
“Inilah intinya dari kampus merdeka sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, kebijakan ini perlu dilihat bagaimana implementasinya di tiap-tiap lembaga pendidikan,” kupasnya.
Manahan juga memaparkan putusan MK terkait otonomi perguruan tinggi, seperti dalam Putusan Nomor 103/PUU-X/2012 yang menyatakan bahwa dalam penyelenggaran pendidikan tinggi, otonomi akademik sangat berkaitan dengan otonomi non-akademik. “Dari putusan itu dan beberapa putusan lainnya dalam isu hukum yang sama, MK telah menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi baik yang berkaitan dengan akademik dan non akademik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Manahan memaparkan bahwa pengutamaan otonomi perguruan tinggi sangatlah berkaitan erat dengan tujuan pendidikan tinggi, yaitu otonomi perguruan tinggi merupakan kondisi mutlak (conditio sine qua non) yang harus ada agar perguruan tinggi dapat mencapai tujuan pendidikannya, yaitu mencari, menemukan, mendiseminasikan, dan menjunjung tinggi kebenaran.
Kampus Konstitusi
Selain mengupas mengenai otonomi perguruan tinggi, Manahan juga memaparkan bahwa MK bukan hanya sebagai lembaga peradilan semata, MK juga turut ambil bagian memberikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman terhadap Pancasila, UUD 1945, dan hak konstitusional bagi warga negara. MK bekerja sama dengan berbagai universitas/sekolah tinggi baik negeri maupun swasta, asosiasi, dan komunitas menyelenggarakan web seminar (webinar), kuliah umum, dan bedah buku. “jadi MK itu sebetulnya bisa disebut juga Kampus Konstitusi, MK sangat terbuka bagi perguruan tinggi untuk bekerjasama, saat ini sudah 50 perguruan tinggi, ini sangat bermanfaat untuk kemajuan kampus, misalnya mahasiswa bisa mengikuti magang, penelitian tugas akhir, berbagai kompetisi di bidang hukum dan juga mengikuti persidangan jarak jauh,’’ungkap mantan Hakim Tinggi Medan ini.
Manahan menyampaikan sebagai pengawal konstitusi, MK turut serta bertanggungjawab dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai nilai konstitusi yang bersumber dari nilai utama (core value) ideologi pancasila. MK juga telah mengukuhkan tiga desa sebagai Desa Konstitusi, yaitu (i) Desa Galesong di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, (ii) Desa Bangbang di Kabupaten Bangli, Bali, dan (iii) Nagari Pasia Laweh di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Manahan menambahkan selain kerjasama dalam negeri, MK juga aktif dalam percaturan global, MKRI adalah pendiri dan anggota Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC), Judicial Conference of Constitutional and Supreme Courts of the Organization of Islamic Cooperation (JOIC) dan World Conference on Constitutional Justice (WCCJ). Di dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta seminar mendiskusikan perihal peran MK dalam perlindungan hak-hak konstitusional warga negara khususnya berkaitan dengan pendidikan. (*)
Penulis: MMA
Editor: Lulu Anjarsari P.