Saksi Akui Kebingungan Cari Perlindungan Hukum Untuk Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Perpajakan
Kamis, 26 Oktober 2023
| 17:11 WIB
-
Mahkamah Konstitusi gelar Pengujian UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis, (26/10/2023), dengan agenda mendengar keterangan saksi. Nampak dalam foto Porah Yohanes usai mengucapkan sumpah sebagai saksi didampingi oleh juru sumpah. Foto Humas/Ilham WM.
-
Ketua MK, Anwar Usman, memimpin jalannya sidang Pengujian UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis, (26/10/2023), dengan agenda mendengar keterangan saksi. Foto Humas/Ilham WM
-
Porah Yohanes memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang Pengujian UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis, (26/10/2023). Foto Humas/Ilham WM.
-
Suasana Pengujian UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis, (26/10/2023), dengan agenda mendengar keterangan saksi. Foto Humas/Ilham WM.
JAKARTA, HUMAS MKRI – Porah Yohanes selaku Komisaris PT Surya Kencana memberikan keterangan selaku saksi yang dihadirkan oleh Surianingsih dan PT Putra Indah Jaya (para Pemohon) dalam sidang lanjutan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pada Kamis (26/10/2023). Terhadap permohonan Nomor 83/PUU-XXI/2023 ini, Yohanes menceritakan bahwa dirinya telah menerima surat bertanggal 27 September 2023 dari Dirjen Pajak. Isinya, agar dirinya dapat memberikan keterangan mengenai implementasi dari ketentuan Pasal 35 ayat (1) UU HPP. Singkatnya, dirinya diminta untuk memenuhi panggilan tersebut agar tidak mendapatkan sanksi.
“Saya tidak tahu ke lembaga mana saya harus mendapatkan perlindungan atas pelaksanaan wewenang pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana perpajakan. Sebab kalau saya ke pengadilan pajak, hanya untuk mendapatkan perlindungan hukum administrasi masalah utang pajak dan penagihan pajak. Sedangkan kalau saya ke praperadilan, disebutkan jika putusan pengadilan negeri hanya untuk penyidikan pajak. Saya mengalami ketidakpastian hukum mengenai ke lembaga mana saya dapat meminta perlindungan hukum atas kesewenang-wenangan pemeriksaan bukti permulaan ini,” ucap Porah menyampaikan keterangan di hadapan Majelis Sidang Hakim Pleno yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra beserta hakim konstitusi lainnya.
Sebagai tambahan informasi, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Senin (28/8/2023), Pemohon mengatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dalam kasus konkret saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) tindak pidana perpajakan sesuai ketentuan Pasal 43A ayat (4) UU HPP, Pemohon harus mengalami upaya paksa seperti penyegelan dan penggeledahan yang dapat dilakukan oleh penyidik (PPNS) dalam rangka pemeriksaan bukper. Hal ini menurut Pemohon tidak dapat pula digugat melalui Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab surat-surat yang diterbitkan dalam rangka pemeriksaan bukper tersebut merupakan surat-surat yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana yang dikecualikan dari kompetensi PTUN. Pemohon melihat hal ini menunjukkan tidak ada keseimbangan hukum dan perlindungan hak asasi manusia bagi wajib pajak yang diperiksa dalam pemeriksaan bukper tindak pidana perpajakan. Selain itu, pada faktanya terdapat pula putusan pengadilan yang berbeda-beda berkaitan dengan permohonan praperadilan terhadap pemeriksaan bukper tindak pidana perpajakan. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.