JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil terkait Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Sidang yang berlangsung pada Kamis (26/10/2023) ini merupakan kelanjutan dari sidang pendahuluan Perkara Nomor 131/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh Mochamad Adhi Tiawarma.
Sidang Panel tersebut digelar di Ruang Sidang Pleno dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan agenda sidang perbaikan permohonan. Muhammad Zen Al-Faqih, yang mewakili Pemohon, menyampaikan sejumlah perbaikan yang telah dilakukan dalam permohonannya. "Prinsipal kami baru saja melakukan perubahan KTP, jadi kami melakukan perubahan identitas," jelasnya. Terdapat juga penambahan surat kuasa dalam perbaikan permohonan, serta penambahan norma yang diajukan untuk diuji.
Zen menjelaskan bahwa perbaikan ini mencakup batu uji yang semula hanya mencakup Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Namun, dalam perbaikan tersebut, pihaknya meminta uji terhadap Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), yang menjadi payung hukum di lingkungan kekuasaan kehakiman. Selain itu, perbaikan juga mengacu pada norma Pasal 295 Kitab Undang-Undang Perdata tentang pengertian kekeluargaan semenda.
Sebelumnya, dalam permohonannya, Pemohon menganggap dirugikan secara spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya berpotensi dilanggar dengan berlakunya norma yang terdapat di dalam Pasal 15 ayat (2) UU MK. Menurut Pemohon, norma Pasal 15 ayat (2) UU MK nyata dan jelas tidak selaras dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang telah mengatur dengan jelas bahwa Ketua Majelis Hakim dan Hakim Anggota wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan pihak yang diadili. Pemohon merasa tidak mendapatkan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil jika permohonan Pemohon ini diadili oleh hakim konstitusi yang memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan pihak yang berkepentingan secara langsung dengan objectum litis (objek yang diadili) in casu terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon dengan menyatakan Pasal 15 ayat (2) UU MK konstitusional bersyarat. Pasal 15 ayat (2) UU MK tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai “Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat: i. tidak terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR”. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.