JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (25/10/2023). Perkara yang diregistrasi MK dengan Nomor 128/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Muhammad Syeh Sultan, A Fahrur Rozi, dan Tri Rahma Dona. Sidang dengan agenda perbaikan perkara tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams.
Dalam persidangan A Fahrur Rozi mengatakan permohonannya bersifat unprecedented yang dalam artian jarang atau tidak ada permohonan yang berusaha menafsirkan kembali putusan MK yang telah diputus 15 Agustus 2023 lalu. “Secara sepintas kami mengakui seolah-olah kami ingin menguji atau mengubah adanya putusan MK tetapi secara substansi permohonan ini ingin menguji Pasal 280 ayat (1) huruf h sebagaimana dimaknai dalam putusan MK tersebut mengingat putusan MK menjadi catatan dari keberlakuan norma yang kami ujikan,” ujarnya.
Rozi menambahkan permohonan yang diujikan berbeda dengan putusan MK. Hal itu dikarenakan karena putusan MK kemarin sudah membuat norma baru. Artinya, kebolehan kampanye di dunia pendidikan dan fasilitas pemerintah mendapat izin dari yang dimaksud sudah menjadi norma dalam batang tubuh pasal, sedangkan permohonan sebelumnya perkara itu diujikan dengan bagian norma penjelasan.
Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan Para Pemohon mempersoalkan norma yang mengatur ketentuan kampanye di tempat pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 lalu. Para pemohon menyebut persentase 50% lebih itu sebanyak 272 kepala daerah itu merupakan Pelaksana Tugas (Plt) yang ditunjuk oleh pemerintah eksekutif dalam hal ini presiden. Hal ini dinilai rentan terkontaminasi kepentingan politik. Dalam permohonannya, para Pemohon juga menilai bahwa frasa antisipatif tersebut tetap menimbulkan kerugian bagi insan kampus. Sehingga, dalam petitum, MK diminta Pemohon untuk menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap frasa “kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggungjawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu”. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha