JAKARTA, HUMAS MKRI – Sehubungan dengan akan diselenggarakannya kegiatan studi aplikasi Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar (FH Unmas) Denpasar, 185 mahasiswa dari FH Unmas mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (23/10/2023). Kunjungan tersebut diterima oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi (Asli) Mery Christian Putri di Aula Gedung I MK.
Adapun tujuan kunjungan yaitu untuk mengetahui praktik hukum di lapangan dan mengkaji lebih dalam untuk penelitian para mahasiswa di Mahkamah Konstitusi. “Kami melakukan studi aplikasi ini bertujuan untuk para mahasiswa agar ada bayangan, bagaimana praktik praktik hukum di lapangan yang dilakukan tiap tahun ke institusi yang berkaitan dengan hukum,” kata Dekan FH Unmas Sukawati Lanang P. Perbawa.
Di hadapan para mahasiswa FH Unmas, Mery menjelaskan mengenai kewenangan MK dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Ia mengatakan MK memiliki kewenangan dalam menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. MK juga berwenang memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara (SKLN) yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Selain itu, MK berwenang memutus pembubaran partai politik, dan berwenang memutus perselisihan hasil pemilu.
Kemudian, MK memiliki kewenangan mengadili perkara sengketa pemilihan kepala daerah. Kewenangan ini, tidak diturunkan dari konstitusi.
Mery lebih lannjut mengatakan konstitusi dalam memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia sama halnya dengan memberikan perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Hal itu dikarenakan hak konstitusional warga negara merupakan derivasi dari hak asasi itu sendiri yang mengkristal dari UUD 1945.
Dalam menjalankan kewenangan tersebut, MK tentu dibatasi dengan adanya prinsip-prinsip utama atau prinsip hukum untuk menjalankan kewenangannya. Dalam konteks pemeriksaan pengujian undang-undang, setiap norma yang diuji ke MK harus dianggap konstitusional. Kemudian, putusan MK bersifat mengikat bagi seluruh masyarakat. Putusan itu tidak hanya mengikat satu orang saja tetapi seluruh elemen di Indonesia.
Mery juga menerangkan bahwa setiap orang dapat mengajukan kembali pengujian undang-undang terhadap norma yang pernah diajukan. Menurutnya, hal itu dapat dilakukan sepanjang memiliki argumentasi yang berbeda atau memiliki batu uji yang berbeda.
“Kalau batu ujinya sama, boleh, asal memiliki argumentasi yang berbeda. Hubungan causal verband-nya juga harus dinarasikan sedemikian rupa dengan argumentasi-argumentasi yang kuat,” kata Mery.
Sementara dalam konteks pengujian undang-undang, Mery menyebut terdapat syarat yang harus dipenuhi atau anggapan kerugian konstitusional. “Anggapan dari kerugian konstitusional yang harus termuat di dalam permohonan pengujian undang-undang untuk mendukung legal standing Pemohon yang harus dipenuhi, yakni pertama adanya hak konstitusional dari Pemohon yang memang diatur dalam UUD 1945. Kemudian hak konstitusional warga negara diduga tercederai atas sebuah norma yang ingin diuji,” terang Mery.
Setelah memberikan materi kepada para mahasiswa, Mery mempersilakan mahasiswa atau dosen untuk mengajukan pertanyaan dan berdiskusi secara terbuka terkait beberapa kasus yang sehubungan dengan kewenangan dan perkara-perkara yang pernah diselesaikan oleh MK.
Usai pemberian materi, para mahasiswa diajak mengelilingi Pusat Sejarah dan Dokumentasi Konstitusi yang berada di lantai 5 dan lantai 6 Gedung I Mahkamah Konstitusi.
Penulis: Fauzan F.
Editor: Nur R.