JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Ketetapan Nomor 118/PUU-XXI/2023 dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah). Sidang pengucapan ketetapan dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh hakim konstitusi, dilaksanakan pada Senin (23/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan diajukan oleh bernama Lisa Corintina, Kelurahan Kali Balau Kencana, Kecamatan Kedamaian, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
Anwar mengungkapkan MK telah menerima permohonan bertanggal 31 Agustus 2023, yang diajukan oleh Lisa Corintina yang diterima Kepaniteraan MK pada 4 September 2023. Menanggapi permohonan Lisa, MK telah menerbitkan Ketetapan Ketua MK tentang Pembentukan Panel Hakim untuk memeriksa perkara ini. MK juga telah menerbitlan Ketetapan Ketua Panel Hakim MK tentang Penetapan Hari Sidang Pertama. Kemudian MK menyelenggarakan persidangan pada 5 Oktober 2023 dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Namun, pada 17 Oktober 2023, MK menerima surat elektronik dari Pemohon perihal Penarikan Permohonan Pengujian Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah. Menindaklanjuti surat permohonan penarikan kembali tersebut, Mahkamah menyelenggarakan persidangan pada 18 Oktober 2023 untuk mengonfirmasinya. Dalam sidang, Pemohon membenarkan ihwal penarikan permohonannya.
“Menetapkan, mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon,” kata Anwar membacakan butir ketetapan.
Baca juga:
Bank Syariah Belum Sesuai Prinsip Syariah?
Sebagai tambahan informasi, MK pada Kamis (5/10/2023) menggelar sidang untuk perkara Nomor 118/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Lisa Corintina. Nasabah PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Unit Usaha Syariah Cabang Wisma Metropolitan ini menguji Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah.
Lisa mempersoalkan berlakunya Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah yang berbunyi “menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah”.
Kuasa hukum Lisa, Adhytpratama Febriansyah Asshiddiqie, dalam persidangan menyampaikan berlakunya pasal tersebut telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi Lisa, karena tidak dijelaskan secara rinci Akad Musyarakah itu seperti apa yang sebenarnya, yang sesuai dengan prinsip syariah. Ketidakjelasan pasal tersebut dampaknya dalam praktik jasa keuangan syariah di Indonesia, masih ada lembaga jasa keuangan syariah yang belum menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip syariah.
Tafsir Akad Musyarakah
Pemohon sebagai nasabah sektor jasa keuangan syariah merasa belum mendapatkan jasa keuangan yang betul-betul sesuai dengan prinsip syariah Islam. “(Pemohon) adalah debitur dan/atau nasabah dari PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Unit Usaha Syariah Kantor Cabang Wisma Metropolitan, merasa jasa keuangan yang dia gunakan tersebut, belum sesuai dengan prinsip syariah, oleh karena adanya praktik yang belum sesuai dengan prinsip syariah dalam penerapan akad musyarakah oleh lembaga jasa keuangan syariah kepada masyarakat secara umum dan khususnya Pemohon sebagai pengguna jasa keuangan syariah,” terang Adhytpratama.
Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon juga meminta MK menafsirkan frasa “Akad Musyarakah” dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.