INILAH.COM, Jakarta â Konsolidasi para purnawirawan TNI yang khusus membahas pelanggaran HAM, Kamis (24/4, mengeluarkan tujuh butir pernyataan, di antaranya mengenai langkah Komnas HAM dalam pemeriksaan terhadap para purnawirawan atas dugaan pelanggaran HAM masa lalu.
Selain itu para purnawirawan juga mendesak pemerintah dan DPR untuk menerbitkan undang-undang tentang LSM agar terjadi transparansi. Untuk mengetahui hal ini dalam perspektif militer, INILAH.COM mewawancarai pengamat militer MT Arifin, Kamis (24/4) malam. Berikut ini petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat sikap penolakan para purnawirawan TNI/Polri terhadap peran Komnas HAM?
Itu harus dilihat dari aturan perundang-undangan, berlaku surut atau tidak. Kalau tidak berlaku surut, mestinya tidak bisa diterapkan.
Ada pemikiran bahwa tentara itu bergerak sendirian, bukan dalam konteks institusional?
Kalau saya melihatnya begini. Segala sesuatu yang berkaitan dengan keselamatan negara, itu mestinya yang bertanggung jawab bukan militer, tapi pemerintah. Andaikata di lapangan ada pelanggaran dilakukan person atau oleh komando, itu yang diusut ya komando di lapangan.
Anda melihatnya, kasus yang terjadi pada masa lalu itu tergolong dalam persoalan negara atau personal?
Kalau menurut saya, itu harus diusut. Dalam arti diperiksa kembali, jika itu dianggap penting. Apakah itu berkaitan dengan keputusan pemerintah atau berkaitan dengan pelanggaran di lapangan, baik yang dilakukan oleh orang perorang atau komando di lapangan.
Jika ternyata yang terlibat pemerintah, bagaimana cara menyelesaikannya?
Kalau memang pemerintah dianggap terlibat atau tidak, seperti apa perintahnya. Itu pertama. Kedua, kehendak itu dikaitkan dengan perundang-undangan yang berlaku seperti apa. Saya kira dari sana bisa dilihat persoalannya, apakah itu dianggap melanggar atau tidak.
Pelanggaran itu memang dikaitkan dengan kepentingan politik kekuasaan atau memang melanggar atau tidak. Pelanggaran itu apa berkait dengan politik kekuasaan atau melanggar konstitusi negara?
Kalau itu berkaitan dengan konstitusi negara, tentunya pemerintah tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Tetapi jika itu berkaitan dengan kepentingan kekuasaan oleh kelompok yang berkuasa, itu bisa diusut.
Dalam konteks ini, apakah kasus yang melibatkan militer ini pelanggaran kekuasaan?
Saya melihatnya di poin itu. Oleh karena itu saya melihat yang diperiksa bukan militer, tapi perilaku pemerintah masa lalu dianggap melanggar atau tidak. Dalam konteks itu, karena bagaimanapun juga, jika itu dianggap pelanggaran militer, maka itu adalah pelanggaran lapangan, karena militer adalah pelaksana teknis.
Yang menjadi persoalan, sekarang di Indonesia itu ada satu garis yang tidak jelas antara pemerintahan dan militer. Seakan-akan, militer berdiri sendiri. Ini yang menjadi permasalahan. Andaikata militer dituduh terus-menerus tanpa melihat konteks sistem yang berlaku, jelas mereka menolak. Karena mereka menganggap menjalankan perintah.
Artinya penolakan tersebut realistis?
Ya, dalam arti di luar sistem yang berlaku, itu sangat realistis. Oleh karena itu kalau ada tuduhan bahwa kelompok atau person-person tertentu melanggar, harus dilihat dari persoalannya dulu. Kalau sesuai perintah atasan, maka pemerintah yang diusut, ditanyakan apakah ini merupakan pelanggaran atau tidak. Itu semua harus dilihat dari undang-undang dan sistem yang berlaku. Kemudian dilihat dari kepentingan yang ada di balik peristiwa itu.
Bagaimana Anda melihat pernyataan para purnawirawan yang menggugat pengadilan HAM, juga menggugat komposisi Komnas HAM?
Mereka punya hak untuk usul. Tetapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana aturan perundang-undangan yang berlaku. Itu saja tolok ukurnya. Kalau itu hanya usul dan kemudian dianggap penolakan atas hal-hal yang menurut mereka tidak adil.
Jadi penolakan itu sudah tepat?
Kalau hanya usul, tidak masalah. Tetapi hukum tetap berlaku sesuai dengan peraturan yang ada. Sekarang yang menjadi persoalan adalah yang pertama, mestinya Komnas HAM maupun pihak-pihak yang ingin menegakkan demokrasi dan HAM itu bukan menuduh militer, tetapi mencoba untuk mencari kembali persoalan atau kebijakan pada masa lalu. Bukan pada militer secara institusional. [R FERDIAN ANDI R]
Sumber www.inilah.com
Foto www.google.co.id