JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materiil Pasal 44 ayat (2) huruf a angka 7, dan Pasal 49 huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pada Kamis (19/10/2023). Di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul ini, Budi Wibowo Halim (Pemohon) menyampaikan pokok-pokok perbaikan atas permohonan Perkara Nomor 117/PUU-XXI/2023.
Adapun hal yang diubah Pemohon pada permohonan, di antaranya bagian kewenangan MK yang telah dibuat menjadi lebih ringkas. Kemudian perbaikan kedudukan hukum yang dilengkapi dengan penjelasan kualifikasi Pemohon sebagai warga negara Indonesia, dengan lima norma yang diajukan dan pada setiap norma telah disertai landasan pengujian sebagaimana termuat dalam UUD NRI 1945.
“Kemudian pada bagian kerugian Pemohon sudah pula disesuaikan dengan PMK 2/2021. Dan pada bagian posita, sudah sesuaikan dan ditambahkan dengan batu ujinya. Terakhir, pada bagian petitum sudah disesuaikan pula dengan masukan dari para hakim konstitusi sesuai format petitum di MK,” sebut Budi yang hadir secara langsung di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Baca juga
Ahli Waris Persoalkan BPHTB untuk Pemisahan dan Pembagian Warisan
Pada Sidang Pendahuluan yang digelar Rabu (4/10/2023) lalu, dalam kasus konkret, Pemohon menjadi salah satu ahli waris berdasarkan Akta Keterangan Hak Mewaris Nomor 06/2021 tanggal 05 April 2021. Namun terancam mengalami kerugian konstitusional atas berlakunya ketentuan Pasal 44 ayat (2) huruf a angka 7 dan Pasal 49 huruf b UU HKPD.
Pemohon bercerita bahwa dirinya telah menerima warisan, namun belum didaftarkan untuk peralihan hak ke kantor pertanahan masing-masing wilayah hukum warisan tersebut, karena belum mampu membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) terhadap warisan yang diperolehnya. Pengaturan yang ada pada pasal tersebut pada pokoknya mengatur bea perolehan hak atas tanah terutang terhadap perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang berasal dari pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan.
Pemohon menambahkan sebelum diundangkannya PMATR/KBPN Nomor 16 Tahun 2021, pendaftaran pencatatan peralihan hak di Kantor Pertanahan untuk warisan berupa hak atas tanah/hak milik atas satuan rumah susun yang dibagikan kepada salah satu atau lebih ahli waris berdasarkan kesepakatan seluruh ahli waris dilakukan berdasarkan PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997. Akibat hal ini terdapat ketentuan bahwa BPHTB Waris untuk pendaftaran pencatatan peralihan hak dari atas nama Pewaris (yang meninggal) kepada seluruh Ahli Waris; dan BPHTB Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan untuk pendaftaran pencatatan peralihan hak dari seluruh Ahli Waris kepada satu atau lebih ahli waris yang disepakati berdasarkan APHB.
Padahal pemisahan dan pembagian warisan dari seluruh ahli waris kepada satu atau lebih ahli waris (tidak semua ahli waris) bukanlah suatu bentuk peralihan hak, sehingga tidak termasuk pada bagian dari terutang BPHTB. Sebagai ahli waris secara konstitusional hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum pengenaan pajak BPHTB karena dikenakan BPHTB untuk pemisahan dan pembagian warisan yang seharusnya tidak BPHTB. Seharusnya Pemohon hanya dikenakan BPHTB Waris, namun karena ketidakjelasan rumusan Pasal 44 ayat (2) huruf a angka 7 dan Pasal 49 huruf b UU HKPD, Pemohon justru berpotensi dikenakan BPHTB Waris dan BPHTB Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan hak. Akibatnya besaran pajaknya pun tidak berdasar dan menimbulkan persoalan-persoalan yang menyulitkan penerima waris.
“Kerugian konstitusional Pemohon tidak akan terjadi apabila Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 49 huruf b UU HKPD, sepanjang frasa “hibah wasiat” adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga harus dibaca sebagai “sedangkan untuk Hibah wasiat, pada tanggal didaftarkannya peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan untuk hibah wasiat,” ucap Budi yang hadir sendiri secara langsung di Ruang Sidang Pleno MK.
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.