JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perdana pengujian Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (5/10/2023). Permohonan yang diregistrasi MK dengan Nomor 118/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Lisa Corintina yang merupakan seorang nasabah PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Unit Usaha Syariah Cabang Wisma Metropolitan.
Lisa Corintina (Pemohon) mempersoalkan berlakunya Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah yang berbunyi “menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah”.
Pemohon melalui kuasa hukumnya, Adhytpratama Febriansyah Asshiddiqie dalam persidangan menyampaikan berlakunya pasal tersebut telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi Pemohon, karena tidak dijelaskan secara rinci Akad Musyarakah itu seperti apa yang sebenarnya, yang sesuai dengan prinsip syariah. Ketidakjelasan pasal tersebut dampaknya dalam praktik jasa keuangan syariah di Indonesia, masih ada lembaga jasa keuangan syariah yang belum menjalankan usahanya sesuai dengan prinsip syariah.
Tafsir Akad Musyarakah
Pemohon sebagai nasabah sektor jasa keuangan syariah merasa belum mendapatkan jasa keuangan yang betul-betul sesuai dengan prinsip syariah Islam. “(Pemohon) adalah debitur dan/atau nasabah dari PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Unit Usaha Syariah Kantor Cabang Wisma Metropolitan, merasa jasa keuangan yang dia gunakan tersebut, belum sesuai dengan prinsip syariah, oleh karena adanya praktik yang belum sesuai dengan prinsip syariah dalam penerapan akad musyarakah oleh lembaga jasa keuangan syariah kepada masyarakat secara umum dan khususnya Pemohon sebagai pengguna jasa keuangan syariah,” terang Adhytpratama.
Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemohon juga meminta MK menafsirkan frasa “Akad Musyarakah” dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UU Perbankan Syariah.
Nasihat Panel Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta Pemohon untuk mencermati kembali alasan permohonan. “Coba dicari pertentangan norma Pasal 19 ayat (2) huruf c dengan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 atau kalau ada batu uji yang lain. Kalau di uraian posita kan mengatakan bahwa norma ini tidak merinci bagaimana sih akad musyarakah itu, meskipun satu kesatuan norma itu tidak akad musyarakah ada juga akad mudharabah dan lainnya, apakah ini benar normanya ataukah Bank CIMB Niaga itu sendiri yang kurang edukasi,” kata Suhartoyo.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempertanyakan kepada pemohon apakah yang ingin diuji oleh pemohon itu sesungguhnya frasa akad musyarakah ataukah seluruh isi dari Pasal 19 ayat (2) huruf c. “Itu dari awal sudah harus pasti karena kan yang saudara terangkan di sini sebetulnya persoalannya prinsipal saudara merasa belum mendapatkan pelayanan sesuai dengan syariah kan begitu itu kalau dikaitkan dengan persoalan konstitusionalitas norma memang harus hati-hati. Jadi kan saudara menguji norma, ketika menguji ini membawanya ke MK itu saudara yang uji itu persoalan konstitusionalitas norma. Itu harus saudara pahami bukan persoalan implementasi yang dibawa ke MK ini. Harus bisa membedakan soal itu,” kata Enny.
Di akhir persidangan, Majelis Panel Hakim memberikan waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Adapun batas maksimal penyerahan berkas perbaikan permohonan paling lambat Rabu, 18 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.