JAKARTA, HUMAS MKRI - Sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) hadir di Ruang Delegasi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (5/10/2023). Panitera Pengganti MK Mardian Wibowo dan Asisten Ahli Hakim Konstitusi Bisariyadi yang menyambut kehadiran rombongan mahasiswa, mengajak mereka berdiskusi ringan mengenai lingkup profesi di MK. Kali ini profesi Panitera Pengganti (PP) menjadi topik bahasan yang dipilih untuk dikupas lebih jauh bagaimana ranah kerja PP MK yang berada di belakang para hakim konstitusi saat menangani perkara.
Mardian Wibowo yang akrab disapa Aan bercerita, di MK terdapat beberapa pembagian di Kepaniteraan MK, yakni Panitera MK (hanya ada satu orang pimpinan) dan Panitera Pengganti yang terbagi atas Panitera Muda sejumlah 3 orang serta Panitera Pengganti TK 1 dan Panitera Pengganti TK 2. Adapun tugas dari PP berfokus kepada manajerial perkara.
“Singkatnya, sejak Pemohon mengajukan permohonan pada bagian administrasi, sejak saat itulah menjadi tanggung jawab Kepaniteraan hingga nantinya diucapkan Putusan dan Minutasi berupa pengarsipan berkas perkara yang bekerja sama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Jadi, mulai Pemohon datang, menyerahkan permohonan, lalu diperiksa kelengkapan berkas utama dan berkas pendukung (secara administratif), lalu setelah dicap, maka berkas tersebut menjadi perkara konstitusi. konsekuensinya MK harus mengadili dan memutus perkara tersebut,” jelas Aan.
Setelah kelengkapan administrasi perkara selesai, urai Aan, maka Kepaniteraan MK akan melakukan penjadwalan sidang dan mendistribusikan berkas kepada para hakim konstitusi. Selanjutnya sidang pun akan digelar yang diawali dengan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Pada sidang ini, Majelis Sidang Panel akan mendengarkan pokok-pokok permohonan pada sidang yang terbuka untuk umum. Lalu, para hakim tersebut berkewajiban memberikan nasihat kepada Pemohon atas permohonan yang diajukan tersebut sebagaimana ketentuan dalam hukum beracara MK.
Aan juga menjelaskan PP di MK harus siap menerima segala bentuk perkara hukum yang diajukan warga negara. PP MK dituntut memahami semua ranah perkara hukum. “Makanya penting bagi PP itu memiliki penalaran hukum bagus. Jika hal itu mampu dipenuhi, maka tidak akan kesulitan bekerja sebagai PP,” kata Aan dalam diskusi di hadapan para mahasiswa.
Keahlian Manajerial
Pada sesi diskusi yang berlangsung santai ini, Bisariyadi yang akrab disapa Bisar, menambahkan keterangan yang disampaikan Aan. Bisar mengatakan untuk menjadi PP di MK secara praktik beberapa ilmunya dapat dilatih sejak masih duduk di bangku perkuliahan. Yakni dengan aktif pada organisasi kemahasiswaan yang banyak memberikan inside dalam pengenalan dan pengembangan keahlian manajerial. Sebut saja jika di MK masih membutuhkan seseorang untuk dapat mendesain RAB dan bahkan mengarsipkan berkas.
“Jadi ilmu manajerial itu didapatkan di organisasi saat di perguruan tinggi. Sementara di MK khususnya PP atau asisten ahli hakim konstitusi menjadi tempat praktik secara konkret semua yang telah dibekali ilmu manajerial saat di perguruan tinggi dan organisasi,” sampai Bisar.
Cara Daftar PP
Di sela-sela pembahasan, Al Farizi seorang mahasiswa mengajukan dua pertanyaan. Pertanyaan pertama, bagaimana tahap menjadi seorang PP bagi seorang lulusan sarjana hukum? Pertanyaan kedua, bagaimana ilustrasi manajerial saat pelaksanaan pemilu/pilkada?
Menjawab pertanyaan tersebut, Aan mengatakan dari sisi kesiapan, seorang PP harus siap menerima perkara apa saja. PP harus serius jika ada perkara, sebab mempengaruhi nasib dari adresat hukumnya. Aan mengakui, tidak ada sikap santai bagi seorang PP karena ranah kerjanya berkaitan dengan nasib banyak orang.
Terkait tahap awal jika seorang lulusan sarjana hukum ingin menjadi PP di MK, Aan menyatakan PP tidak terbuka bagi sarjana hukum yang baru lulus. Pada dasarnya, tahap awal untuk menjadi PP dengan mendaftarkan diri sebagai pegawai MK pada bidang pranata peradilan terutama bagian kepaniteraan. Kemudian barulah setelah berpengalaman 2–4 tahun, seorang pegawai MK dapat mendaftarkan diri dan mengikuti serangkaian ujian sebagai PP.
Sementara itu, terkait tentang ilustrasi manajerial saat pemilu/pilkada, Aan menyebutkan polanya sama dengan pengujian undang-undang. Hanya saja pada saat pelaksanaan penyelesaian perkara hasil pemilihan umum atau kepala daerah, perkara yang teregistrasi di MK sangat banyak. Pada situasi ini, MK akan melakukan penambahan sumber daya yang telah dibuat sesuai perencanaan sebagaimana mestinya.
“MK akan menambah PP ad hoc yang diambil dari pegawai MK lulusan bidang hukum untuk diminta siap sebagai tim perbantuan. Pada pelaksaan agenda tersebut, yang tersulit adalah manajemen risiko. Artinya, pada pelaksaan perselisihan hasil pemilu (PHP) tersebut, para PP dan keseluruhan pegawai MK harus mulai mencari cara melindungi diri dari tekanan, tawaran berbagai pihak, dan memastikan diri berintegritas serta menjalin pertemanan yang solid saat menghadapi perkara. Sehingga terbentuk benteng diri dari gangguan yang akan menurunkan nilai kinerja sebagai pegawai MK dan PP khususnya,” jelas Aan.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.