JAKARTA, HUMAS MKRI – Sebanyak seratus peserta Pendidikan Kader Pemimpin Muda Nasional (PKPMN) Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu, (4/10/2023). Kunjungan tersebut diterima langsung oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi Titis Anindyajati di Ruang Delegasi Gedung I MK.
Dalam pemaparannya, Titis menjelaskan tentang asal-muasal berdirinya Mahkamah Konstitusi yang pertama ada di Austria. “Gagasan pembentukan MK di Indonesia jadi sebenarnya setelah di Amerika gagasan Judicial review itu berasal dari Amerika. Kemudian ada juga berasal dari Austria di Eropa. Dimulai dari nama Hans Kelsen yang memberikan ide pembentukan tentang MK yang merupakan sebuah lembaga yang berbeda dengan MA jadi namanya adalah Kelsenian model. Kelsen berpendapat perlu ada lembaga tersendiri yang menguji terhadap UUD lembaga ini disebut MK. Jadi MK pertama di dunia berada di Austria pada tahun 1920,” ujarnya.
Selanjutnya, Titis juga menyampaikan terkait kewenangan MK dan bagaimana MK menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana amanat konstitusi. Kewenangan MK yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, MK wajib memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
“Selain itu, Mahkamah juga memiliki fungsi sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi, serta penjaga ideologi dan penjaga hak asasi manusia. Sekarang pun MK juga memiliki kewenangan tambahan, yakni menguji peraturan pemerintah pengganti undang-undang, serta mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah,” imbuhnya.
Titis juga menjelaskan terkait profil hakim konstitusi yang ada di Mahkamah Konstitusi. Ia menyebut hakim konstitusi berasal dari tiga cabang kekuasaan, yakni tiga orang merupakan usulan dari presiden mewakili eksekutif, tiga orang merupakan usulan dari Mahkamah Agung yang mewakili legislatif, dan tiga orang berasal dari usulan DPR yang mewakili legislatif. Dan menurut UU MK hakim konstitusi harus adil tidak diskriminatif dan tidak memihak.
“Hal ini yang dimaksud adil , tidak diskriminatif dan tidak memihak adalah lepas dari Lembaga yang memilihnya, antara lain harus negarawan. Tidak memikirkan atau mementingkan Lembaga yang memilihnya,” ungkapnya.
MK merupakan lembaga peradilan modern dengan sistem kerja berbasis ICT. Semua pegawai melakukan pekerjaan lebih banyak melalui elektronik mulai persuratan hingga tanda tangan elektronik. Dan MK juga memiliki video conference disetiap universitas tiap-tiap provinsi.
“Hal ini digunakan agar persidangan bisa dilakukan dengan jarak jauh dan hemat biaya. Dimana apabila ada persidangan dari papua atau daerah yang jauh , tidak perlu menghadirkan saksi atau ahli untuk dihadirkan ke MK,” imbuhnya.
Dalam lingkup internasional, MK setelah resmi menjadi presiden Association of Asian Constitutional Courts (AACC). Mahkamah Konstitusi juga menjadi anggota World Conference on Constitusional Justice (WCCJ). Pada 2017, MKRI terpilih sebagai salah satunya perwakilan dalm WCCJ, dan tahun 2022 kemarin MKRI menjadi tuan rumah WCCJ di Bali, dan tahun 2023 MK menjadi tuan rumah International Chief Justice Forum. MK juga bekerja sama dengan universitas di luar negeri, antara lain Amerika Serikat. (*)
Penulis: B. Panji Erawan
Editor: Lulu Anjarsari P.