JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pengucapan Ketetapan Perkara Nomor 101/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 6 dan Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketua MK Anwar Usman membacakan Ketetapan atas permohonan yang diajukan Muhammad Yusuf Mansur dan Muhammad Fauzan.
Disebutkan Mahkamah Konstitusi telah menerima permohonan para Pemohon pada 16 Agustus 2023 dan telah pula dilaksanakan Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan pada 14 September 2023. Sebelum pelaksanaan Sidang Panel dengan agenda perbaikan permohonan, sambung Anwar, MK menerima surat elektronik dari para Pemohon menyoal penarikan kembali permohonannya. Sehingga pada 21 September 2023, MK menyelenggarakan Sidang Panel untuk melakukan konfirmasi atas pernyataan surat para Pemohon tersebut.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon; menyatakan permohonan Nomor 101/PUU-XXI/2023 mengenai pengujian Pasal 6 dan Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditarik kembali,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Pengucapan Ketetapan yang dilaksanakan pada Rabu (27/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga:
Nilai Rawan Konflik, Pemohon Minta Pilpres Langsung Diganti Pemilihan Melalui MPR
Pemohon yang Mohonkan Pilpres Langsung Diganti Pemilihan Melalui MPR Tarik Permohonan
Pada sidang pendahuluan terdahulu, Kamis (14/9/2023) para Pemohon meminta pembatalan Pasal 6 dan Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Keduanya meminta agar Pasal 6 sesudah Perubahan UUD 1945 kembali kepada Pasal 6 sebelum Perubahan UUD 1945 yang menyatakan, “(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan suara yang terbanyak”. Dalam permohonan para Pemohon menyatakan, berdasarkan amendemen pasal tersebut, Pemilihan Umum (Pemilu) terlihat mengalami perubahan dari perwakilan melalui Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) dengan suara terbanyak menjadi pemilihan langsung. Namun pada kenyataannya, pemilihan presiden dan wakil presiden serta kepala daerah secara langsung ini memiliki kelemahan, di antaranya rawan konflik antarkubu peserta pemilu dan tingginya biaya pengadaan pemilu.
Selain itu, amendemen tersebut dinilai tidak mempertimbangkan sila ke-4 Pancasila. Pada butir Pancasila tersebut secara implisit dan ekplisit mengamanatkan kepemimpinan harus dipilih dengan musyawarah mufakat. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan perubahan UUD 1945 pasal 6 serta pasal 6 huruf (A) beserta ayat yang terkandung didalam pasal perubahan pasal 6 dan pasal 6 huruf (A) karena tidak sesuaidengan Pancasila sila ke-4. Kemudian, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan turunan pasal 6 dan 6 huruf (A) yang termuat dalam perundang-undangan pemilu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta pimpinan kepala Daerah. “Mengembalikan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta kepala Daerah melalui lembaga MPR,” tandas Yusuf. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana