JAKARTA, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membacakan ketetapan terhadap permohonan pengujian dalam Pasal 34 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) pada Rabu (27/9/2023). Sidang Pengucapan Ketetapan Perkara Nomor 89/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Harry Pratama selaku perseorangan warga negara ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK.
MK telah menerima permohonan Pemohon pada 25 Juli 2023 dan sesuai Pasal 34 UU MK telah pula dilaksanakan Sidang Panel Pemeriksaan Pendahuluan pada 4 September 2023. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 39 UU MK dan Pasal 41 ayat (3) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. Namun pada 15 September 2023, Pemohon mengirimkan pesan melalui aplikasi berkirim pesan kepada Juru Panggil Mahkamah. Intinya, Pemohon tidak akan melanjutkan uji materill undang-undang serta meminta Mahkamah membatalkan permohonannya.
Kemudian pada 18 September 2023, Mahkamah telah menjadwalkan Sidang Panel dengan agenda perbaikan permohonan. Namun hingga persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, Pemohon tidak hadir. Terhadap penarikan kembali permohonan Pemohon, Rapat Permusyawaratan Hakim pada 21 September 2023 berkesimpulan pencabutan atau penarikan kembali permohonan Pemohon tidak dapat diajukan kembali.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon; menyatakan permohonan Nomor 89/PUU-XXI/2023 mengenai permohonan pengujian Pasal 34 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ditarik kembali; menyatakan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” ucap Anwar saat membacakan ketetapan tanpa dihadiri Pemohon.
Baca juga:
Dinilai Diskriminasi, Aturan Pencatatan Perkawinan Bagi Penduduk Beragama Non-Islam Diuji
Pemohon Uji Aturan Pencatatan Perkawinan Bagi Penduduk Beragama Non-Islam Tak Hadir dalam Sidang
Sebagaimana diketahui, pada Sidang Pendahuluan yang digelar Senin (4/9/2023) lalu, Pemohon dalam kasus konkret mengajukan Pencatatan Kependudukan untuk Pembuatan Akte Lahir Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota (Didukcapil). Salah satu syarat yang harus dipenuhi berupa Lampiran Akta Nikah orang tua dari anak tersebut karena yang bersangkutan bergama Kristen (Nonmuslim), sedangkan bagi warga negara yang beragama Islam syarat demikian tidak diperlukan. Atas hal ini Pemohon merasa dirugikan dengan diskriminasi yang nyata diatur pada Pasal 34 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU Adminduk.
Sederhananya, jika warga beragama Islam hanya perlu melampirkan Buku/Akta Nikah dari KUA Kecamatan akan langsung diproses dan dilakukan Pencatatan Kependudukan, sedangkan bagi warga nonmuslim harus membuat Akta Nikah Sipil lagi dari Dinas Dukcapil. Pasalnya Buku/Akta Nikah dari Gereja/Vihara/Pura dikatakan tidak berlaku untuk melakukan Pencatatan Kependudukan ke Pemerintah. Menurut instansi terkait, pernikahan/pemberkatan yang dilakukan tersebut hanya sebagai bukti warga tersebut menikah, tetapi tidak resmi di Pemerintah. Dengan kata lain, kata tersebut dapat diartikan bahwa Pemerintah hanya mengakui pernikahan/pemberkatan warga nonmuslim, apabila instansi terkait telah menerbitkan Akta Nikah.
Menurut Pemohon hal ini suatu bentuk diskriminasi terselubung, bahkan sangat mengintimidasi hak warga. Ia mempertanyakan bagaimana bisa Pemerintah membuat kasta-kasta berupa syarat ke warga nonmuslim dengan tameng Pasal 34 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU Adminduk ini. dalam pandnagannya dampak yang akan terjadi jika terdapat pembedaan dalam pengurusan suatu urusan di biro/instansi/kantor pemerintahan dilihat dari status agamanya adalah warga yang beragama nonmuslim akan kesulitan mendapatkan haknya sebagai warga negara. Dengan pembedaan tersebut, terlebih soal waktu yang sempit, maka timbul niat untuk menggunakan jasa makelar agar data kependudukan bisa terselesaikan. Pemohon menilai, Pemerintah itu sendiri yang membodohi warganya dengan menggunakan uang lalu masalah selesai. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.