JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Senin (25/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 109/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Meidiantoni yang merupakan ASN Kementerian Keuangan pada Direktorat Jenderal Pajak.
Persidangan dilaksanakan oleh Panel Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Pemohon yang hadir secara daring dalam persidangan menyebutkan sebagian besar materi KUHP 2023 yang disahkan oleh DPR tanggal 2 Januari 2023 memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya soal perubahan azas perbarengan tindak pidana dari KUHP kepada KUHP 2023, dan adanya pasal “sampah” dalam KUHP 2023.
“KUHP yang berlaku sekarang, apabila Pasal 12 ayat (3) pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan 20 tahun berturut-turut dalam hal kejahatan hakim boleh memilih pidana mati, seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu atau antara penjara seumur hidup dan penjara selama tertentu. Begitu juga dalam batas 15 tahun terlampaui sebagai contoh melakukan perbuatan mencuri, memperkosa, kemudian membunuh pada suatu waktu,” terangnya.
Pemohon dalam permohonannya menjelaskan, terdapat kerugian perlindungan hukum yang diakibatkan karena berbarengan tindak pidana hukuman penjara paling lama dihukum hanya 20 (dua puluh) tahun atau 15 (lima belas) tahun. Sehingga seorang yang telah banyak melakukan tindak pidana sampai pada satu satuan waktu, tidak dapat dihukum mati atau penjara seumur hidup.
Selain itu, terdapat kerugian tuntutan hukum, karena hukuman mati atau penjara seumur hidup bersumber hanya dari 1 (satu) tuntutan pasal atau 2 (dua) tuntutan pasal-pasal KUHP. Selanjutnya kerugian atas kepastian hukum, mengingat adanya pasal “sampah” pada KUHP 2023.
Pemohon dalam petitumnya menyatakan, perumpamaan penggantian KUHP lama dengan KUHP baru, adalah seperti seorang laki-laki yang mengganti isteri lamanya dengan yang baru. Dimana isteri yang baru memang cantik, tetapi kurang mengurus suaminya. Perempuan tersebut lebih banyak mengurus dirinya sendiri. Sehingga KUHP yang baru memang terlihat lebih keren, tetapi masih memiliki kelemahan pada azas perbarengan tindak pidana. Seperti isteri yang lama, memang kurang memperhatikan penampilannya, tetapi mengurus suaminya dengan baik. Seimbang dengan KUHP yang lama dimana azas perbarengannya telah teruji.
Pemohon berharap DPR RI kembali melebur kedua KUHP untuk dijadikan satu lagi, yang lebih baik. Kemudian, Pemohon meminta MK menyatakan mencabut pengundangan UU nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP, sehingga seluruh pasal-pasalnya dinyatakan tidak berlaku.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyarankan pemohon untuk menguraikan kewenangan MK. “Jadi landasannya ada di UUD, UU Kekuasaan Kehakiman, UU MK, UU Nomor 11/2011 yang telah diubah terakhir dengan 13/2022. Nanti juga ada di PMK 2/2021,” terang Daniel.
Daniel juga menyoroti kedudukan hukum Pemohon. Daniel meminta Pemohon membuat penjelasan mengenai hak dan atau kewenangan konstitusional yang dianggap dirugikan dengan berlakunya UU.
“Permohonan Bapak ini pengujian materi ini, kesannya emosional ini Pak. Harus ditunjuk pasal berapa, ayat berapa atau bagian yang mana. Kalau hanya disebut uji materiil sebagian besar materi (KUHP), kami tidak tahu yang mana yang mau diuji,” lanjut Daniel.
Hal serupa dikatakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang menasihati Pemohon agar membaca PMK 2/2021. “Bacalah PMK 2/2021, karena di sana dijelaskan tentang pemeriksaan perkara ini dan tata cara membuat permohonan pengujian UU,” terang Wahiduddin.
Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul menyarankan Pemohon untuk memperbaiki “perihal permohonan” terkait dengan pasal yang diujikan. Selain itu, Manahan juga meminta Pemohon untuk melihat putusan-putusan MK sebelumnya..
“Harus sebutkan pasal-pasal (yang diuji). Di sini Saudara tidak sebutkan.,” ujarnya.
Di akhir persidangan, Manahan mennginformasikan Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Pemohon diberi waktu paling lambat 9 Oktober 2023 untuk menyerahkan perbaikan permohonan.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.