SOLO, HUMAS MKRI - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menjadi penceramah kunci dalam The 3rd UNS International Conference of Democracy and National Resilience (ICDNR) 2023 yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Demokrasi dan Ketahanan Nasional (PUSDEMTANAS) Universitas Sebelas Maret (UNS) pada Sabtu (23/9/2023). Dalam kegiatan bertema “Election Integrity: A Framework for Guaranteeing the Democracy Rights and Fairness in the Modern Era” ini, Anwar mengungkap peran MK sebagai peradilan konstitusional dalam penyelesaian perkara pemilihan umum.
Di hadapan para peserta konferensi internasional yang dihadiri oleh civitas akademika dari berbagai universitas negara-negara tetangga di antaranya Afganistan, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, Sudan, Thailand, Somalia, Timor Leste, dan Tanzania ini, Anwar menceritakan upaya MK dalam mengawal pesta demokrasi pada 2019 lalu. Ia menyebutkan pemilu adalah mekanisme konstitusional bagi rakyat untuk melakukan suksesi kepemimpinan nasional. Mekanisme pemilu tersebut menjadi syarat mutlak bagi negara yang menganut sistem demokrasi. Sebab, tanpa pemilu tidak akan ada demokrasi dan tanpa demokrasi tidak akan ada kedaulatan dalam proses bernegara.
“Oleh karena itulah, proses dalam pemilu disebut sebagai pesta demokrasi bagi rakyat. Karena di dalamnya rakyat didudukkan pada tempat yang mulia dalam rangka memilih pemimpinnya, baik untuk lembaga eksekutif maupun untuk memilih wakil di lembaga legislatif,” jelas Anwar dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Ketua KPU Hasyim Asy’ari, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Glaser Henning Rainer dari FH Universitas Thammasat Thailand, serta pejabat UNS, di antaranya Wakil Rektor UNS Kuncoro Diharjo dan Andri Putranto.
Terkait dengan usaha untuk melaksanakan pemilu secara benar, diakui Anwar merupakan sebuah usaha yang tak mudah. Hal ini tak hanya bagi Indonesia, tetapi bagi bayka negara di belahan dunia pun pelaksanaan pemilu yang demokrastis dihadapkan pada banyak ujian dan tantangan. Tak jarang, pesta demokrasi yang tak terkelola dengan baik dapat menimbulkan perselisihan dan bahkan disintegrasi bangsa. Sebagaimana tertuang dalam amanat UUD 1945, MK semaksimal mungkin menunaikan tugasnya dalam mengawal proses demokrasi yang konstitusional. Hal ini, sambung Anwar, dapat dilihat pada penyelesaian sejumlah 261 perkara pemilu 2019 lalu yang dilaksanakan MK.
“MK telah berusaha sungguh-sungguh menuntaskan amanat konstitusional dengan memeriksa dan memutus perkara PHPU dengan sebaik-baiknya. Terlepas dari apapun putusannya, tentu tidak dapat memuaskan semua pihak,” ucap Anwar.
Bahu Membahu Mengawal Demokrasi
Berkaca dari pelaksanaan pemilu lalu, Anwar mengutarakan pada era pesatnya teknologi informasi, semua pihak diharapkan bijak dalam mengunakannya. Sebagai sarana edukasi politik publik, arus informasi yang ada pada media sosial tersebut berdampak pada banyak aspek. Tak bisa dipungkiri, jelasnya, pergerakan informasi yang masif dan bersumber dari banyak sisi, mulai dari kandidat, simpatisan, dan bahkan pendukung dalam pelaksanaan pemilihan presiden/wakil presiden serta pemilihan lembaga legislatif membuat pemberitaan politik menjadi sorotan pada masa tahun-tahun politik yang berjalan.
Namun Anwar menyayangkan pemberitaan dan pemanfaatan media yang massif tersebut tidak selaras dengan kultur bangsa Indonesia yang dikenal bertata krama dan santun dalam kesehariannya. Pemberitaan yang dimuat pada masa itu tidak utuh dan hanya disesuaikan dengan kebutuhan penyaji berita, sehingga jauh dari filosofi yang sebenarnya. Tak ayal, ajang politik seolah menjadi tempat pertarungan dan melampiaskan kemarahan dan hampir tidak ada satu pihak yang tidak terimbas dampak negatif media sosial yang masif termasuk MK dan hakim konstitusi.
“Oleh karenanya satu pemahaman yang harus kita dudukkan secara bersama bahwa suksesnya penyelesaian perselisihan pemilu di MK tidak semata bergantunag pada MK saja. Melainkan bergantung pada berbagai pihak yang memakangku kepntingan, baik para kandidat, partai politik, penyelenggara pemilu, aparatur penegak hukum, hingga pada akhirnya bermuara ke MK. Sebab, lagi-lagi kita harus mempedomani, demokrasi cerminan kesuksesan seluruh warga bangsa. Untuk itu, MK berharap jelang Pemilu 2024 ini seluruh warga bagsa dapat bahu membahu mengawal pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada beberapa waktu yang tak lama lagi, sehingga demokrasi tetap berada pada alurnya,” harap Anwar.
Esensi Demokrasi
Berikutnya Kuncoro Diharjo dalam sambutannya menyebutkan pemilu menjadi tolok ukur untuk menilai keberhasilan demokrasi di suatu negara. Semakin baik penyelenggaraannya, semakin baik pula pelaksanaan demokrasi di negara tersebut. Dalam pandangan Kuncoro, membangun demokrasi tidak seperti membalikkan telapak tangan yang dengan cepat dapat terjadi. Dalam membangun demokrasi, harus dilakukan secara perlahan dan penuh kesabaran. Kurangnya kesabaran, dapat berakibat pada mandeknya demokrasi di tengah perjalannya sebagaimana dapat dicermati pada beberapa negara yang menganut sistem demokrasi namun berhenti di tengah jalan.
Membahas demokrasi tentu tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan pemilihan umum. Pesta demokrasi ini, sambung Kuncoro, harus ditempuh dengan banyak tahap dan proses panjang. Pada tahapan awal misalnya, semua perangkat pembentukan norma harus dirancang dan disiapkan untuk mengatur mekanisme pemilihan umum tersebut. Tahap berikutnya berupa pelaksanaan dan penyelenggaraan serta berujung pada pelantikan pejabat baru yang terpilih dalam pemilu.
“Semua tahapan itu diharapkan dapat berjalan dengan aman dan damai, yang kelak menjadi tolok ukur dalam penilaian dari pelaksanaan pemilu yang demokratis. Namun demikian, pemilu tidak hanya diharapkan dapat berjalan dengan baik, melainkan harus mengisyaratkan esensi demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Salah satu prinsip yang harus tergambar yakni bebas dan jujur. Dalam UUD 1945 menyatakan penyelenggara pemilihan, termasuk parpol serta masyarakat luas harus bersama-sama mewujudkan pemilu demokratis yang bebas dan jujur. Serta didukung pula oleh kediapan dari peradilan yang kredibel sebagai palang pintu terakhir bagi terwujudnya demokrasi,” jelas Kuncoro.
Untuk diketahui, konferensi ini turut hadir para pakar, cendekiawan, pembuat kebijakan, dan praktisi dari beberapa negara untuk terlibat dalam diskusi yang bermakna, berbagi wawasan, dan mengusulkan solusi inovatif untuk meningkatkan integritas pemilu. Konferensi ini juga menjadi suatu sarana untuk kolaborasi, pertukaran pengetahuan, dan eksplorasi praktik terbaik yang dapat diimplementasikan dalam konteks politik yang berbeda. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.